Lihat ke Halaman Asli

Mat Ares

Buruh Pendidikan di suatu sekolah

Rekomendasi (Tidak) Penting Bagi Sang Pengurus Baru

Diperbarui: 27 Juli 2025   17:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Musyawarah Cabang PC IMM Bandar Lampung ke-XXV berjalan dengan khidmat dan bebas hambatan. Salah satu hasil dari Musycab ini adalah terpilihnya sang nahkoda baru PC IMM Bandar Lampung periode baru; IMMawan Zahru. Banyak doa dan harapan dilangitkan kepadanya beserta formatur lainnya. Tujuannya jelas, kami semua ingin Ikatan tercinta tidak hanya sekedar nampak tapi betul-betul berdampak bagi masyarakat keseluruhan. Doa dan harapan yang belum berubah dari tiap tahunnya, namun terus bergemuruh dalam hati-hati mereka yang cinta dan peduli akan keberlangsungan roda perkaderan Ikatan di kota yang berjuluk Kota Tapis Berseri.

Tulisan ini saya tegaskan bukan menjadi ajang misuh-misuh saya terhadap kepengurusan yang lama atau semacam tuntutan yang wajib ditunaikan oleh kepengurusan baru. Tulisan ini semacam rekomendasi (tidak) penting. Menjadi penting, kalau tulisan ini diseriusi, dikaji, didiskusikan dan diadopsi menjadi program kerja. Menjadi "tidak" penting, kalau hanya menjadi hiasan intelektual belaka.

Menurut penulis, agar Ikatan ini tidak mati "gaya", gerakan ini perlu kembali membaca ideologi Muhammadiyah dan IMM yang sudah tersusun rapih dan mencoba menafsirkannya sesuai dengan keadaan sekitar agar gerakan tidak hanya begitu-begitu saja. Tantangan Ikatan kali ini sudah jelas; kalau tidak pragmatisme gerakan dan beberapa oknum (na'udzubillah min dzalik), atau menghadapi apatisme masyarakat yang sudah menerima keadaan. Kalau menilik istilahnya Freire, "kesadaran magis" masyarakat kita hari ini aktif. Toh gerakan mahasiswa ada atau tidak, pergerakannya tidak mempengaruhi keadaan ekonomi. Belum --isme - -isme lainnya yang menggerogoti negara ini dari atas sampai ke akar rumput.

Trilogi (keagamaaan, kemahasiswaan, kemasyarakatan) dan Tri Kompetensi Dasar (Religiusitas, Intelektualitas, dan Humanitas) bukan sekedar hafalan belaka dari materi wajib yang didapatkan selama Darul Arqom Dasar. Tapi, program kerja pun harus berangkat dari situ. Patokan ini jelas, karena apabila dilaksanakan seluruhnya, maka ini adalah cerminan "insan kamil" (manusia paripurna) Ikatan.

Kita mulai dari sisi keagamaan dan religiusitas. Bidang Tabligh dan Kajian Ke-Islam-an lah yang menjadi garda terdepan soal ini. Pengajian cabang yang skup nya untuk seluruh kader kota sangat memungkin sekali. Bukankah Persyarikatan ini lahir dari tabligh para mu'assisnya? Selain memang kita membagikan konten dakwah digital, digitalisasi dakwah juga perlu dijalankan, berupa naskah khutbah jumat dan shalat Id agar dapat diakses dan diunduh oleh khalayak umum, rekomendasi buku ke-Islam-an yang harus dibaca oleh kader baik berupa e-book atau ulasan buku yang bisa saja menarik minat "ummat dakwah" dan  "ummat ijabi" untuk membeli buku tersebut. Selain itu, Bidang Tabligh dan Kajian Ke-Islam-an juga wajib menyiapkan kader muballigh dengan cara menyelenggarakan pelatihan khatib dan penyelenggaraan jenazah. Program ini bukan sekedar program "yang penting ada", tapi langsung dieksekusi dengan Rencana Tindak Lanjut berupa pengiriman beberapa kader secara terjadwal ke masjid-masjid PCM dan PRM se-Kota Bandar Lampung. Hal ini bisa dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan Majelis Tabligh dari tingkat PDM sampai PRM.

Religiusitas kader juga perlu mendapat perhatian. Ketimbang kampanye "Islamisasi Ikatan" (kan kita sudah pasti Islam), marilah akhlak-akhlak Islami kita kedepankan dalam bermu'amalah. Islam yang dipahami bukan sekedar lahirnya saja, tapi juga secara batinnya juga. Agar gerakan mahasiswa ini benar-benar menegaskan pribadinya sebagai "pengikut Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam". Ibda' binafsik, kata Nabi, menjadi katalisator agar masing-masing pribadi yang menasbihkan dirinya menjadi kader menjadi lebih baik lagi.

Berbicara poin selanjutnya "Kemahasiswaan" dan "Intelektualitas", PC IMM hari ini harus lebih fokus terhadap isu-isu apatisme gerakan mahasiswa. Apa yang terjadi lalu bagaimana penyelesainnya. Boleh saya berikan contoh singkat dari beberapa mahasiswa yang pernah saya temui, mereka "ogah" untuk bergabung dengan gerakan mahasiswa. Alasannya jelas, buang-buang waktu dan tidak menghasilkan sama sekali. Saya bergumam, orang-orang seperti ini kelihatannya betul, tapi secara pemikiran sudah terdampak budaya konsumerisme dan kapitalisme. Ditambah lagi, menurut pandangan mereka, banyak aktivis mahasiswa yang lulusnya lambat. Merespon kejadian ini, pengurus bidang Riset dan Pengembangan Ke-Ilmuan nantinya harus memformulasikan program yang menyasar kepada sistematika berfikir seperti kelas-kelas logika, filsafat atau kelas persiapan skripsi bagi mahasiswa akhir. Selain itu, budaya menulis kader harus digalakkan, entah itu yang sifatnya ilmiah berupa penulisan jurnal, artikel dan sejenisnya dan penulisan non-ilmiah.

Sebagai gerakan yang menyatakan dirinya sebagai gerakan intelektual profetik, sudah semestinya IMM melalui Bidang Hikmah harus mengadakan riset yang "kalau bisa" melibatkan beberapa pandangan ahli. Bukan sekedar kebijakan ini pro-rakyat atau menzhalimi. Tapi alangkah baiknya, sebelum turun aksi perlu semacam riset agar aksi tidak sekedar "nampak" belaka. Intinya, jangan sampai budaya intelektual seperti baca-tulis, diskusi, kaji, riset dan aksi jangan sampai hilang.

Berbicara soal intelektualitas, pada hakikatnya bukan sekedar kita bangga dengan "cap aktivis". Menjadi pertanyaan bagi kita semua, "sudah berapa buku yang kita baca?". Sudahlah negara ini dicap minim literasi, kita jangan ikut-ikutan meramaikan kubangan krisis itu juga. Maka, bidang kader PC IMM kota ini sudah seharusnya tidak sekedar sibuk mengadakan Darul Arqom Madya atau Pelatihan Instruktur Dasar tapi lupa meng-upgrade kader-kader dasarnya secara intelektual. Bidang Kader PC IMM bisa saja memberikan semacam "tugas wajib" bagi kader dasar untuk menamatkan buku-buku tertentu sebelum berangkat Darul Arqom Madya atau Pelatihan Instruktur Dasar. Setelah itu, Bidang Kader PC IMM harus mengecek kadar intelektualitas kadernya melalui screening khusus sebelum benar-benar dinyatakan berangkat Darul Arqom Madya atau Pelatihan Instruktur Dasar. Bukan menyulitkan, tapi kita berbicara kualitas kader. Untuk itu, Bidang Kader PC IMM Bandar Lampung bisa saja membuat program "pondok ideologi" agar ideologi Muhammadiyah, IMM serta keilmuan yang biasa dipakai untuk menghadapi masyarakat dapat diakses dengan baik oleh kader-kader IMM Bandar Lampung, selain memang sebagai kawah candradimuka persiapan pemberangkatan kader menuju Darul Arqom Madya atau Pelatihan Instruktur Dasar.

Terakhir, berbicara masalah kemasyarakatan dan humanitas. Kalau meminjam istilah Ali Syariati, kita adalah kaum Rausyan Fikr, bukan sekedar kaum imtelektual yang berdiam diri di menara gading. Mengenai ini, Bidang SPM harusnya bukan sekedar berbagi sembako belaka, tapi harus mengadakan agenda "living-in" bersama kelompok masyarakat mustadh'afin. Bisa saja kita menginap di panti-panti asuhan Muhammadiyah sekitar dua sampai tiga hari. Menyelami sistem mereka sekaligus mengisi apa yang bisa diisi. Kemudian, jangan sampai gerakan ini jatuh dalam kubangan pragmatisme dengan cara "terlalu mesra" dengan pemerintah, sehingga kita sebagai mitra kritis hilang kritisnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline