Lihat ke Halaman Asli

Digital Parenting: Menjadi Orang Tua Bijak di Era Digital

Diperbarui: 16 Juli 2025   13:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di tengah arus deras revolusi digital, anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang berbeda dari generasi sebelumnya. Teknologi, khususnya gawai dan internet, telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Tanpa pengawasan yang tepat, teknologi dapat menjadi pisau bermata dua---memberi manfaat besar, namun juga menimbulkan risiko serius seperti kecanduan layar, paparan konten negatif, perundungan siber (cyberbullying), dan penyebaran hoaks.

Di sinilah peran orang tua sebagai pendidik utama dalam keluarga diuji. Konsep Digital Parenting menjadi kunci untuk membimbing anak dalam menggunakan teknologi secara bijak, aman, dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Landasan Islam dalam Digital Parenting

Dalam Islam, mendidik anak adalah amanah besar yang tidak hanya berkaitan dengan kehidupan dunia, tetapi juga akhirat. Firman Allah dalam QS. At-Tahrim ayat 6:

....

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..."

Artinya, orang tua tidak hanya wajib mencukupi kebutuhan fisik anak, tetapi juga bertanggung jawab terhadap perkembangan moral, akhlak, dan spiritual mereka---termasuk saat anak berada di ruang digital.

Mengapa Digital Parenting Sangat Penting?

Anak-anak masa kini tumbuh di tengah kemajuan teknologi yang pesat, sehingga mereka sering kali lebih cepat mengenal dan menguasai perangkat digital dibandingkan dengan memahami nilai-nilai etika yang seharusnya menyertai penggunaannya. Mereka dengan mudah dapat mengoperasikan berbagai aplikasi, menonton video, hingga bermain game online sejak usia dini. Namun, tanpa adanya bimbingan yang memadai dari orang tua, kemampuan ini bisa menjadi pisau bermata dua. Anak-anak berpotensi mengakses konten yang tidak layak seperti kekerasan atau pornografi, terlibat atau menjadi korban dalam tindakan cyberbullying, serta mudah terjebak dalam penyebaran hoaks, disinformasi, bahkan paparan paham radikal yang membahayakan. Membiarkan anak menjelajah dunia digital tanpa arahan ibarat melepas mereka ke tengah hutan belantara tanpa peta atau kompas---berisiko tinggi tersesat, terancam, dan kehilangan arah. Oleh karena itu, peran orang tua sebagai pendamping, pembimbing, dan pelindung sangatlah penting untuk memastikan anak tumbuh dengan sehat secara digital, moral, dan spiritual.

Tiga Pilar Digital Parenting Islami

1. Menjadi Teladan dalam Dunia Digital

Orang tua merupakan role model pertama dan paling berpengaruh bagi anak, termasuk dalam hal penggunaan media digital. Ketika orang tua mampu menunjukkan sikap santun dalam bermedia sosial, tidak mudah terpancing untuk menyebarkan hoaks, serta menjaga adab dalam setiap komentar atau unggahan, maka anak pun akan meniru dan menyerap nilai-nilai tersebut sebagai bagian dari kebiasaan mereka. Keteladanan semacam ini jauh lebih efektif daripada nasihat semata, karena anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat dibandingkan dengan apa yang mereka dengar. Sebagaimana pesan bijak dari Ali bin Abi Thalib, "Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman yang berbeda dengan zamanmu," maka penting bagi orang tua untuk memahami bahwa mendidik anak di era digital menuntut adaptasi dan keteladanan nyata, tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga dalam perilaku mereka di ruang digital.

2. Membangun Komunikasi Terbuka dan Kritis

Mengajarkan anak untuk berdialog dan berpikir kritis sangat penting agar mereka tidak hanya menjadi penerima informasi secara pasif, tetapi mampu menilai dan memahami informasi yang mereka terima di dunia digital. Orang tua perlu membangun komunikasi yang terbuka dengan mengajukan pertanyaan yang menggugah kesadaran anak, seperti "Dari mana kamu tahu informasi itu?", "Apakah kamu yakin berita itu benar?", atau "Bagaimana kamu tahu itu bukan hoaks?". Pertanyaan-pertanyaan semacam ini tidak hanya membantu anak untuk memeriksa keabsahan suatu informasi, tetapi juga melatih mereka untuk berpikir analitis dan tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang menyesatkan. Dengan pendekatan yang hangat dan dialog yang terbuka, anak akan merasa aman untuk berdiskusi dan terbiasa menyaring informasi berdasarkan fakta, bukan sekadar mengikuti arus atau opini yang berkembang.

3. Aturan, Batasan, dan Edukasi

Menerapkan aturan waktu layar, membatasi akses ke konten tertentu, dan mengenalkan aplikasi edukatif merupakan langkah teknis penting dalam digital parenting yang harus disesuaikan dengan usia dan tingkat pemahaman anak. Sebagai contoh, anak usia 5 hingga 8 tahun sebaiknya hanya diberikan akses layar maksimal satu jam per hari, dengan ketentuan tertentu seperti tidak menggunakan gawai saat jam makan atau waktu ibadah agar mereka belajar disiplin dan menghargai momen kebersamaan serta kewajiban spiritual. Orang tua juga disarankan untuk menggunakan fitur parental control guna melindungi anak dari paparan konten negatif yang tidak sesuai dengan usia maupun nilai-nilai keluarga. Namun, semua aturan ini perlu diterapkan dengan pendekatan yang penuh kasih sayang, bukan hanya sekadar larangan. Orang tua hendaknya menjelaskan alasan di balik setiap aturan, sehingga anak dapat memahami manfaatnya dan tidak merasa terkekang, melainkan tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan bijak dalam menggunakan teknologi.

Mengajarkan Etika Digital Berdasarkan Nilai Islam

Etika digital bukan sekadar aturan sosial, tetapi juga merupakan bagian penting dari akhlak Islami yang harus ditanamkan sejak dini kepada anak-anak. Dalam berinteraksi di dunia maya, anak perlu diajarkan untuk senantiasa menjaga lisan dan tulisan, yaitu dengan berkomentar secara sopan, santun, dan menghindari perilaku yang menyakiti orang lain seperti perundungan atau bullying. Selain itu, penting bagi anak untuk memahami betapa berharganya privasi, sehingga mereka tidak sembarangan membagikan data pribadi seperti alamat, nomor telepon, atau informasi sensitif lainnya. Anak juga harus dilatih untuk tidak mudah percaya atau langsung menyebarkan informasi yang diterima, melainkan membiasakan diri melakukan verifikasi agar terhindar dari menyebarkan hoaks yang dapat merugikan orang lain dan bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran dalam Islam. 

Rasulullah bersabda:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline