Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Esa Putra Rahmanda

CPNS Setjen DPR RI

Memperkokoh Kebangsaan dalam Pusaran Dinamika Global

Diperbarui: 29 Agustus 2025   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bangsa Indonesia dibangun dari semangat kebersamaan yang meleburkan sekat etnis, agama, dan bahasa. Namun kini, rasa “menjadi Indonesia” seakan mulai pudar. Di dunia maya yang semakin berkembang, banyak orang lebih hapal tren viral daripada sejarah bangsanya sendiri. Di dunia nyata, tindak korupsi dan bentrok konflik kepentingan masih saja berlangsung, meruntuhkan wibawa negara dari dalam.

Generasi penerus kita tumbuh dengan akses tanpa batas terhadap budaya asing. Ini tidak sepenuhnya buruk, tetapi tanpa saringan berupa nilai kebangsaan, mayoritas akan terjebak pada mental yang “tergila-gila produk luar” tanpa menghargai warisan bangsa sendiri. Dalam jangka panjang, hal ini bisa melahirkan generasi yang cepat beradaptasi, namun rapuh dalam akar identitas.

Globalisasi selalu memiliki dua sisi, di satu sisi, mempercepat inovasi, meluaskan wawasan, dan membuka peluang kerja sama. Namun, di sisi lain, membawa paket “misterius”: budaya instan, individualisme, bahkan ideologi yang bukan tidak mungkin dapat mengikis kesetiaan pada Pancasila.

Tak cukup sampai pada poin tersebut, ancaman klasik seperti perilaku radikalisme, penyalahgunaan narkotika, ancaman terorisme, hingga serangan siber menambah rumit permasalahan. Berita palsu (hoax) dan ujaran kebencian menjadi senjata baru yang mampu mengoyak tatanan sosial lebih cepat dari sekadar peluru. Di ranah birokrasi, korupsi masih menjadi penyakit serius yang sering bermula dari kerakusan kepentingan.

Seringkali bela negara dipersempit hanya sebatas latihan baris-berbaris atau upacara seremonial. Padahal makna sebenarnya jauh lebih luas: bela negara adalah energi untuk bekerja dengan integritas, melayani publik dengan tulus, dan menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Lima nilai yang dirumuskan dalam bela negara menjadi panduan praktis. Cinta tanah air, bukan sekadar simbolik mencintai bendera, tetapi juga menjaga lingkungan, menghargai hukum, dan melestarikan budaya lokal. Kesadaran berbangsa dan bernegara, memahami bahwa setiap tindakan individu membawa dampak bagi wajah bangsa. Setia pada Pancasila, tidak tergoda ideologi instan yang diluar ideologi Pancasila. Rela berkorban, berani menunda kepentingan diri demi kepentingan kolektif. Kemampuan awal bela negara, mulai dari jasmani yang sehat hingga mental yang tahan uji.

Kesiapsiagaan bela negara sesungguhnya adalah “perisai tiga lapis”: tubuh yang bugar, pikiran yang jernih, dan moral yang terjaga. ASN yang tangguh bukan hanya yang cakap menulis laporan, tetapi juga yang kuat menahan godaan kompromi integritas. Latihan jasmani, tata upacara, atau kegiatan lapangan saat pelatihan CPNS sebetulnya mengandung pesan sederhana: melatih kedisiplinan, kepemimpinan, kerjasama, dan solidaritas. Nilai ini sering kali lebih berpengaruh dibanding teori di ruang kelas.

Di tengah perubahan global yang bergerak secepat algoritma, kemampuan membaca isu kontemporer menjadi bekal vital. Korupsi, narkoba, radikalisme, pencucian uang, hingga proxy war semua itu bukan sekadar isu keamanan, tapi juga soal kualitas karakter bangsa. ASN misalnya, dituntut untuk kritis dalam menimbang isu, bukan hanya sekadar menjalankan perintah. Menghadapi berita bohong (hoax) misalnya, bukan sekadar soal blokir konten, tapi juga soal mengedukasi masyarakat agar lebih cakap digital. Menghadapi isu narkoba, bukan hanya penindakan, namun juga soal membangun ruang aman bagi generasi muda untuk berkarya tanpa terjebak zat adiktif.

Wawasan kebangsaan dan bela negara bukanlah topik eksklusif yang sulit, melainkan harus menjadi napas keseharian. Bela negara harus hadir dalam cara kita bekerja, berinteraksi, dan mengambil keputusan. Habituasi menjadi kata kunci: membiasakan diri untuk jujur, disiplin, dan setia pada nilai bersama, sampai ia melekat tanpa dipaksa. Bangsa ini memang sedang diuji. Namun, selama ada kesediaan untuk merawat identitas, kesadaran untuk berpikir kritis, dan keberanian untuk berkorban, Indonesia tidak akan runtuh diterpa badai global. Sebaliknya, bangsa yang hebat akan berdiri kokoh bukan karena senjata atau jumlah penduduk, melainkan karena karakter bangsanya yang tak lekang oleh perkembangan zaman.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline