Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Rasyid Ridha

Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Matinya Listrik PLN dan Perlunya Swasembada Listrik Rumah Tangga

Diperbarui: 7 Agustus 2019   15:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Padamnya listrik PLN dari hari kemarin telah membuka mata kita bahwa ternyata ketergantungan masyarakat di Indonesia terhadap PLN sangat tinggi. Saat pembangkit PLN trip dan mengalami gangguan, ratusan mega watt daya listrik gagal memasuki sistem interkoneksi Jawa Bali. Hal ini mengakibatkan putusnya aliran listrik ke jutaan pelanggan.

Banyak dampakanya? Ya pasti sangat banyak. Dari rumah yang gelap gulita, AC tidak menyala, sinyal handphone yang tiba-tiba menghilang, internet yang mati, air PAM yang berhenti menyala, transportasi massal seperti MRT dan kereta api yang terganggu, itu semua tentu sangat merepotkan bagi kita semua. 

Kita sudah terlanjur terbiasa menjalani hidup dengan fasilitas tersebut di atas sehingga akan butuh waktu untuk menerima kenyataan bahwa fasilitas itu semua mendadak tidak berfungsi.

Jadi biasanya dalam keadaan susah karena blackout PLN seperti ini masih saja ada nasehat dari orang-orang sok bijak yang mengatakan "ya ilah, dulu kita juga biasa pakai minyak tanah dan sebelumnya juga tidak pakai listrik juga tidak apa-apa. Gelap bukan masalah, toh kita masih bisa makan". 

Model perbandingan seperti ini tentu tidak aple to aple, lha wong mereka membicarakan masa lampau ketika listrik belum menguasai semua aktivitas kehidupan dan teknologi yang ada seperti saat ini. Tentu bisa saja orang menerima keadaan seperti jaman dulu, namun itu butuh proses, persiapan dan tidak mendadak. Terlebih itu bisa bermakna bahwa kita kembali ke jaman batu, meninggalkan semua kemajuan teknologi yang ada saat ini, apa ada orang yang mau?

Hari ini begitu kita berbicara listrik maka PLN lah yang akan muncul dalam pembicaraan tersebut. Sebagaimana TVRI, PLN adalah alat pemersatu bangsa, dari Sabang sampai Merauke. Melalui perusahaan negara inilah rumah-rumah rakyat tersambung dengan listrik dan kemudian bisa tersambung dengan dunia luar melalui televisi, telephone dan internet. 

Tarif PLN dari ujung barat sampai timur akan seragam, tergantung golongan pelanggannya. Maka ketika berbicara PLN maka kita sedang berbicara persatuan Indonesia, sehingga jangan heran negara kerap kali hadir untuk mengintervensi PLN. 

Beban PLN tentu sangat berat, sudah ditekan secara politik, harus mengakomodir kepentingan pemerintah sebagai wakil negara, harus membuat dirinya tampak berkinerja baik sehingga investor tidak segan mengucurkan pinjaman, kalau terjadi blackout dikomplain jutaan peanggan, namun kalau "salah-salah" menjalankan perusahaan direksinya bisa masuk penjara.

Kemandirian energi rumah tangga
Mengingat sebegitu dalamnya ketergantungan kita pada yang namanya listrik dimana bisa dikatakan juga bahwa kita mempunyai ketergantungan sangat tinggi pada PLN, maka kiranya dari sekarang harus dimulai upaya mengurangi tingkat ketergantungan pada PLN. 

Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat rasio elektrifikasi (RE) per Juni 2019 sebesar 98,81. Rasio elektrifikasi adalah perbandingan antara jumlah rumah tangga berlistrik dan seluruh rumah tangga. Artinya 98,81% rumah tangga di Indonesia menggantungkan energi listriknya pada PLN, sehingga apabila PLN bermasalah dalam menyalurkan energi listriknya bisa dibayangkan dampaknya.

Hari ini penggunaan listrik di segmen rumah tangga bukan hanya untuk penerangan, namun juga menghidupkan perangkat elektronik lainnya. Mulai dari televisi, AC, handphone, rice cooker, kompor listrik, internet, pompa air, dan masih banyak peralatan lainnya yang menggunakan listrik sebagai sumber penggeraknya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline