Sudah tiga malam ayah mampu berdiri tegak mengimami shalat tarawih di masjid seberang jalan walaupun hanya beberapa rakaat. Selebihnya beliau meminta salah seorang menggantinya untuk mengimami shalat hingga witir.
Usia Ayah kini sudah memasuki tahun ke 83. Beliau masih bisa berjalan tegak walaupun dengan langkah agak tertatih. Setelah menjalani perawatan selama sekitar sembilan bulan akhirnya beliau dapat berjalan ke masjid secara rutin untuk menunaikan shalat berjamaah bersama warga.
Empat atau mungkin lima tahun sebelumnya Ayah sempat tidak dapat berdiri dan berjalan. Bahkan untuk ke kamar mandi beliau harus merangkak dengan menahan rasa sakit pada persendian mulai dari punggung, paha, lutut, hingga pergelangan kaki. Rasa sakit itu kerapkali sangat mengganggu lelap tidur malamnya.
Melihat kondisi seperti itu, saya membawanya ke rumah sakit terdekat di kota kecamatan untuk mendapatkan perawatan dari dokter. Saat itu kami bertemu dokter spesialis syaraf. Untuk mengetahui sumber rasa sakit, dokter merekomendasikan agar ayah menjalani proses pemeriksaan rontgen.
"Bapak mengalami pengapuran tulang," kata Dokter. "Tulang punggung Bapak sudah hancur. Sulit untuk diobati," lanjut dokter itu sedikit berseru sambil memperlihatkan hasil rontgen. Secara tersirat dokter mengingatkan bahwa Ayah untuk menerima takdir osteoporosis tidak mungkin ditangani.
Tidak ada tindakan berarti yang dilakukan dokter kecuali memberikan secarik kertas bertuliskan daftar obat peredam rasa sakit. Tidak banyak perubahan yang dapat memberikan kenyamanan pada Ayah kala itu.Β
Saya dan keluarga mencoba mencari alternatif lain. Seorang teman menyarankan untuk menemui seorang dokter syaraf senior yang membuka praktek di kota Mataram.
Saya pun menemani Ayah mengunjungi dokter yang dimaksud. Saya ingat kala itu dokter melakukan pengobatan dengan memberikan sejumlah suntikan pada punggung. Selain itu, dokter juga memberikan beberapa jenis obat untuk diminum.Β
Saya tidak tahu entah jenis apa suntikan itu. Setelah beberapa kali berkunjung dan mendapatkan pengobatan, secara berangsur-angsur kondisi ayah membaik.
Beliau kembali dapat mencapai masjid setiap waktu shalat tiba atau mengendarai sepeda motor menuju pusat perbelanjaan di kota kecamatan untuk membeli satu dua keperluan atau menemui teman-teman masa mudanya di desa seberang.