Lihat ke Halaman Asli

Mochammad Mukti Ali

CEO Global Teknik Engineering dan Rektor Universitas INABA

Lemahnya Pengawasan dan Pengendalian Program MBG

Diperbarui: 1 Oktober 2025   16:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Gambar permasalahan MBG (Mukti.Dok.)

Kasus siswa keracunan setelah mengkonsumsi MBG yang terjadi di masyarakat, mencerminkan permasalahan mendasar dan menjadi bukti lemahnya pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Standard Operating Procedure (SOP) yang sudah ditentukan. Kejadian ini mencerminkan bahwa meskipun perusahaan sudah memiliki SOP yang dirancang sesuai standar keamanan pangan untuk menjamin keamanan, efektivitas, dan kualitas produk, realitas di lapangan menunjukkan adanya kelemahan implementasi yang dapat menimbulkan risiko serius bagi konsumen. Prinsip ini sejalan dengan pandangan Potdar, Ghante, dan Bhusari (2024) dalam buku "Modern Aspects of Pharmaceutical Quality Assurance" yang menekankan bahwa keberadaan SOP tidak cukup hanya dalam bentuk dokumen formal, melainkan harus diikuti oleh mekanisme penerapan yang konsisten, sistem audit internal yang ketat, serta pengawasan eksternal yang berkelanjutan.

Keracunan MBG dapat ditelusuri yang kemungkinan besar pada lemahnya fungsi pengawasan dan kontrol internal perusahaan maupun kontrol eksternal dari otoritas regulator dalam hal ini Badan Gizi Nasional (BGN). Dalam praktiknya, SOP yang sudah ditetapkan sering kali dijalankan hanya sebatas formalitas tanpa adanya budaya kepatuhan yang kuat. Sebagai contoh, proses validasi bahan baku, pemantauan jalannya produksi, hingga pengujian kualitas akhir produk kerap kali diabaikan atau dilakukan secara tidak menyeluruh. Potdar dkk. (2024) menjelaskan bahwa setiap tahapan dalam rantai produksi memiliki risiko inheren, sehingga diperlukan sistem audit internal yang ketat, penerapan risk-based quality management, serta pembaruan SOP yang adaptif terhadap perubahan teknologi dan standar global. Kegagalan untuk menegakkan mekanisme ini menjadikan SOP sekadar dokumen administratif tanpa daya guna dalam menjamin keselamatan konsumen.

Dalam konteks program MBG, keracunan yang terjadi pada siswa dapat terjadi akibat penggunaan bahan baku yang tidak sesuai standar, proses pengolahan yang tidak higienis, atau kegagalan dalam pengendalian titik kritis (Critical Control Points). Sama seperti di industri lain, setiap tahap dalam rantai produksi pangan dimulai dari pengadaan bahan baku, penyimpanan, pemrosesan, pengemasan, hingga distribusi akan membawa risiko kontaminasi maupun degradasi mutu. Kasus ini memperlihatkan bahwa SOP yang sudah dirancang dengan baik sering kali hanya dijalankan sebagai formalitas, sementara budaya kepatuhan terhadap standar keamanan pangan masih lemah. Potdar dkk. (2024) menekankan bahwa tanpa adanya mekanisme audit berkala, evaluasi risiko yang komprehensif, serta pembaruan SOP yang menyesuaikan dinamika produksi, maka SOP hanya akan menjadi instrumen administratif yang gagal melindungi konsumen.

Lemahnya pengawasan dalam kasus MBG juga terlihat pada aspek quality assurance dan quality control. Quality assurance seharusnya menjamin bahwa setiap proses produksi/ pengolahan makanan berlangsung sesuai dengan standar keamanan pangan prosedur yang telah ditetapkan, sedangkan quality control bertugas memastikan bahwa produk akhir aman dikonsumsi dan bebas dari kontaminasi zat berbahaya. Akan tetapi, kasus MBG kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak pemasok makanan dalam hal ini SPPG tidak memiliki sistem audit berlapis, sehingga produk yang tercemar tetap dapat lolos ke pasaran. Menurut kerangka yang ditawarkan Potdar dkk. (2024), solusi yang dapat diterapkan adalah penguatan audit internal yang berbasis risiko, penerapan inspeksi mendadak, serta keterlibatan auditor independen untuk menilai konsistensi pelaksanaan SOP secara objektif.

Selain itu, lemahnya regulasi dan pengawasan dari otoritas pemerintah juga turut memperparah situasi kasus keracunan MBG. Meskipun pemerintah telah menetapkan standar regulatori dan mekanisme pengawasan, regulasi keamanan pangan yang telah ditetapkan sering kali tidak dijalankan secara optimal karena keterbatasan sumber daya, kurangnya inspeksi rutin, serta lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran SOP. Kasus keracunan MBG menunjukkan adanya kelalaian dalam melakukan inspeksi berkala serta tindak lanjut atas temuan deviasi. Hal ini bertolak belakang dengan rekomendasi Potdar dkk. (2024) yang menekankan bahwa dalam industri yang berhubungan langsung dengan kesehatan manusia, diperlukan kolaborasi erat antara produsen dan regulator untuk membangun quality culture yang menempatkan keselamatan konsumen sebagai prioritas utama. Ketiadaan pengawasan ketat dari regulator menyebabkan deviasi dalam produksi tidak terdeteksi sejak awal, sehingga produk berbahaya tetap sampai ke tangan konsumen.

Oleh karena itu, kasus keracunan MBG pada produk makanan harus menjadi pelajaran penting bahwa keamanan pangan tidak dapat ditawar. Industri makanan perlu membangun budaya mutu yang kuat melalui pelatihan berkelanjutan bagi karyawan, penggunaan teknologi pemantauan mutu berbasis digital untuk monitoring real-time terhadap jalannya proses produksi, serta sistem audit berlapis yang memastikan tidak ada penyimpangan dari SOP. Sementara itu, regulator harus memperkuat mekanisme pengawasan eksternal, memperkuat mekanisme audit independent, meningkatkan frekuensi inspeksi, serta memberlakukan sanksi tegas bagi pelanggar standar keamanan pangan. Dengan pendekatan ini, SOP bukan hanya dokumen formal, tetapi benar-benar menjadi instrumen yang menjamin perlindungan kesehatan Masyarakat, sehingga risiko terulangnya kasus serupa dapat diminimalisir, dan kepercayaan masyarakat terhadap program MBG dapat dipulihkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline