Lihat ke Halaman Asli

Dari Tawa Menuju Air Mata

Diperbarui: 30 Mei 2025   07:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Youtube Motivasi Kehidupan

Ketika seorang ibu memandikan anaknya, dunia seakan berhenti sejenak. Di balik cipratan air dan sabun yang wangi, ada tawa yang meledak dari mulut kecil yang polos. Ada pelukan hangat yang tak ingin lepas. Ada nyanyian pelan yang dilantunkan ibu, agar si kecil merasa tenang, aman, dan dicintai. Semua momen itu tampak sederhana, namun sesungguhnya, itulah detik-detik cinta murni yang tak akan pernah terulang.

Anak mungkin tak mengingat semua itu. Mereka terlalu kecil untuk menyadari betapa lembut tangan ibu menyentuh tubuh mereka, betapa sabarnya ia menggosok punggung mungil yang ringkih. Tapi bagi seorang ibu, setiap momen itu terekam dalam hati, menjadi kenangan yang ia simpan selamanya.

Namun waktu berjalan, dan tak ada yang abadi. Anak-anak tumbuh dewasa, dan ibu perlahan melemah. Rambutnya memutih, kulitnya mengeriput, langkahnya melambat. Suatu hari, roda kehidupan berputar. Ketika tubuh ibu tak lagi mampu merawat dirinya sendiri, ketika ia terbaring lemah dan tak bisa mandi sendiri, anaklah yang menggantikan peran itu.

Anak yang dulu tertawa dalam pelukan air hangat, kini berlutut di hadapan ibunya yang renta. Tangannya yang dulu digenggam kini menggenggamkan sabun untuk membersihkan tubuh ibu. Tapi kali ini, tak ada tawa. Hanya diam. Hanya mata yang mulai berkaca. Hanya dada yang terasa sesak.

Anak menangis. Bukan karena beban, tetapi karena kenangan datang menyerbu. Karena rasa bersalah menyelinap diam-diam "Sudahkah aku membahagiakanmu, Bu?" Dan ibu pun menangis, bukan karena sakit, tapi karena haru. Karena ia melihat buah hatinya kini begitu besar, begitu peduli. Tapi juga karena ia tahu, waktunya di dunia semakin singkat.

Momen memandikan ibu bukanlah sekadar rutinitas. Itu adalah ibadah tertinggi seorang anak. Sebuah pengingat bahwa kehidupan berjalan dalam satu lingkaran. Bahwa cinta ibu yang tak pernah habis, akhirnya kembali dalam bentuk kasih anak yang tulus. Dan di tengah isak tangis yang tertahan, ada cinta yang justru makin menguat.

Kita jarang mempersiapkan momen ini. Kita sering sibuk mengejar dunia, lupa bahwa waktu bersama ibu tak akan lama. Kita lupa bahwa tangan yang dulu membasuh luka kita, kelak akan lemah dan membutuhkan uluran tangan kita pula.

Jangan tunggu sampai waktu memaksa kita menangis. Cintailah ibu selagi ia masih bisa mendengar tawamu. Rawatlah ia sebelum tangannya terlalu lemah untuk memeluk. Karena ketika hari itu datang, ketika kamu harus menggantikan tugas sucinya dulu, kamu akan mengerti: bahwa air mata yang jatuh saat memandikan ibu adalah air mata paling suci yang pernah kamu miliki.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline