Ketika tawa mulai menghilang dari rumah besar Kompasiana, para penulis bukan hanya menunggu, tapi bergerak. Sebuah kisah jenaka, getir, sekaligus ajakan untuk menyelamatkan semangat komunitas.
Pagi itu bukan pagi biasa. Secangkir kopi dingin di meja, sementara notifikasi di layar Kompasiana tak kunjung muncul. Bukan karena jaringan lemah, tapi karena rumah digital ini sedang dirundung hening.
Belakangan, kabar yang beredar bukan lagi soal tulisan-tulisan inspiratif, melainkan tentang "Engkong Felix yang ngambek" dan isu kebangkrutan Kompasiana.
Sebagai Kompasianer lama, hati ini rasanya campur aduk - antara geli, miris, dan getir. Engkong Felix, sang penghulu humor, tiba-tiba memutuskan berhenti menulis.
Padahal Engkong bukan sekadar pelucu; ia penjaga tawa yang sering menyelipkan kritik sosial di balik canda. Ketika ia bilang berhenti, kita tahu: ada yang tak beres di rumah ini.
Kemudian muncul tulisan dari Pak Aji - "Engkong Felix Dilarang Ngambek: Sebuah Manifesto!" - yang menyiram bara dengan sedikit air segar, tapi juga menyulut semangat untuk berpikir: bagaimana kalau semua penulis humor ikut ngambek? Kompasiana bisa berubah jadi rumah tanpa senyum.
Dan memang, suasana rumah kita sedang tidak lucu. Tulisan saya sebelumnya, "Berita Angin Kebangkrutan Kompasiana: Apakah Kompas Gramedia Peduli?", menjadi gong yang membangunkan banyak penghuni rumah ini.
Admin yang selama ini lebih mirip dewa Olympus digital - tinggi di awan, jarang menyapa rakyat jelata - mendadak bungkam saat K-Reward terlambat diumumkan dan ditransfer. Tak ada klarifikasi, tak ada penjelasan, hanya kesunyian yang memancing spekulasi.
Baru setelah rumah mulai bergetar dan kolom komentar terbakar, muncullah tanggapan dari COO Kompasiana. Kemudian, tulisan kedua saya, "Kompasiana, Rumah yang Ingin Kita Rawat Bersama", menggema dan mengundang perhatian banyak pihak.
Artinya apa? Bukan admin yang proaktif, tapi komunitas yang memaksa mereka turun gunung.
Jika Engkong Felix Ngambek, Aku Akan Memprakarsai "Petisi Ruang Bebas Iklan"
Sebagai bentuk solidaritas, jika Engkong Felix ngambek, maka aku akan membuka petisi agar Kompasiana menyediakan "Ruang Bebas Iklan dan Subsidi Kreatif" untuk para penulis humor dan penulis senior.