Di balik tabung 3 kg, tersimpan silang tafsir antara dua menteri, dan pertaruhan besar atas akurasi, keberpihakan, dan keberanian fiskal.
Di tengah sorotan publik terhadap subsidi energi yang membengkak, dua menteri kabinet terlibat dalam silang narasi yang tak biasa.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia saling jawab soal harga keekonomian dan besaran subsidi LPG 3 kg, gas melon yang menjadi simbol subsidi rakyat kecil.
Purbaya: Subsidi Besar, Harga Asli Tinggi
Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Purbaya memaparkan bahwa harga asli LPG 3 kg adalah Rp 42.750 per tabung, sementara masyarakat membayar Rp 12.750. Artinya, subsidi mencapai Rp 30.000 per tabung atau sekitar 70%.
Menkeu menyebut subsidi LPG menyerap anggaran Rp 80,2 triliun dan dinikmati oleh 41,5 juta pelanggan.
Purbaya juga membeberkan harga asli dan subsidi untuk barang lain:
- Solar: Rp 11.950 ->Rp 5.150
- Pertalite: Rp 11.700 ->Rp 10.000
- Minyak tanah: Rp 11.150 ->Rp 2.500
- Listrik 900 VA: Rp 1.800/kWh ->Rp 600/kWh
- Pupuk Urea & NPK: Rp 5.558 & Rp 10.791 ->Rp 3.308 & Rp 2.300
Pesan utamanya jelas: subsidi besar, tapi belum tentu tepat sasaran. Dan APBN harus menjadi alat transformasi, bukan sekadar mesin rutin.
Bahlil: Menkeu Salah Baca Data
Tak lama berselang, Bahlil merespons dengan nada yang cukup tajam. Ia menyebut Purbaya "mungkin salah baca data," dan menyarankan agar Menkeu yang baru menjabat itu mendapat masukan lebih utuh dari tim teknisnya.
"Saya kan udah banyak ngomong tentang LPG. Mungkin Menkeu-nya belum dikasih masukan oleh dirjennya dengan baik atau oleh timnya,"