Lihat ke Halaman Asli

Marius Gunawan

TERVERIFIKASI

Profesional

Purbaya Bersih - bersih Bea Cukai, Sejauh Mana?

Diperbarui: 19 Oktober 2025   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (Kompas)

Baru saja menjabat sebagai Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa langsung menyalakan obor perang melawan mafia cukai di tubuh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai---institusi yang seharusnya menjadi garda pengawal arus keluar-masuk barang negara, tapi justru lama dikenal publik sebagai "ladang basah" permainan kotor. "Paling beking rokok ilegal itu orang Bea Cukai sendiri," kata Purbaya, lugas, tanpa tedeng aling-aling. Sebuah pernyataan yang menampar keras wajah lembaga yang selama ini gemar menampilkan citra reformasi birokrasi.

Kita patut mengapresiasi keberanian itu. Tidak banyak pejabat yang mau mengakui borok di tubuhnya sendiri, apalagi menyebut terang-terangan bahwa yang menjadi biang kerok adalah "orang dalam." Namun, sebagaimana pepatah Jawa, "Gusti ora sare"---Tuhan tidak tidur---rakyat pun sudah lama tidak buta. Masyarakat di lapangan tahu betul bahwa bisnis rokok ilegal, pelintasan barang selundupan, dan kongkalikong bea masuk bukan sekadar ulah pelaku kecil, tetapi melibatkan jaringan dalam yang menggurita hingga ke pusat.

 Masalah Lama, Wajah Baru

Kisah tentang bobroknya Bea Cukai bukan cerita baru. Laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2023 mencatat bahwa potensi kebocoran pendapatan negara di sektor cukai bisa mencapai Rp7--10 triliun per tahun, sebagian besar dari peredaran rokok ilegal. Ironisnya, rokok-rokok itu bisa beredar luas justru karena adanya "restu" tak tertulis dari oknum aparat di lapangan.

Siklusnya klasik: pengusaha kecil ditekan, pengusaha besar dilindungi. Uang pelicin berpindah tangan dengan dalih "biaya keamanan." Seperti kata filsuf Prancis Voltaire, "Kekuasaan tanpa pengawasan adalah resep pasti untuk korupsi." Dan Bea Cukai selama ini, tampaknya, terlalu lama menjadi dapur tanpa ventilasi.

Namun, membersihkan lembaga seperti Bea Cukai tidak semudah mencuci noda pada seragam. Ini bukan soal individu, melainkan soal sistemik: rekrutmen yang tak transparan, pengawasan yang lemah, sanksi yang tak menjerakan, serta budaya "asal aman, asal setor."

Gebrakan Sesaat atau Reformasi Sejati?

Publik masih ingat jargon "reformasi birokrasi" yang sudah berkali-kali diulang setiap pergantian menteri. Hasilnya? Kita seperti menonton drama lama dengan pemeran baru. Gebrakan sesaat, sorotan media, lalu hening---hingga kasus serupa mencuat lagi dengan aktor yang sama.

Purbaya tentu tidak ingin terjebak dalam siklus "panas-panas tahi ayam"---hangat sebentar, lalu dingin di meja birokrasi. Ia memerlukan strategi sistematis: memperkuat sistem audit internal yang independen, menggandeng PPATK dan KPK untuk memantau aliran uang tak wajar pegawai, serta membuka kanal pelaporan publik yang benar-benar dilindungi.

Selain itu, digitalisasi sistem pengawasan perlu dipercepat. Pengawasan berbasis AI dan pelacakan barcode pada pita cukai bisa menutup celah manipulasi manual. Transparansi adalah musuh utama mafia, dan teknologi bisa menjadi senjata paling ampuh dalam perang ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline