Lihat ke Halaman Asli

Marius Gunawan

TERVERIFIKASI

Profesional

Udang Tercemar Radioaktif, Haruskah Kita Selalu Belajar Setelah Terjadi?

Diperbarui: 14 Oktober 2025   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengolahan udang (CNN)

Ketika kabar penolakan ekspor udang Indonesia oleh Amerika Serikat mencuat ke publik, banyak yang terkejut. Alasannya bukan karena masalah kualitas rasa atau kandungan kimia biasa, melainkan karena udang-udang itu terdeteksi mengandung zat radioaktif. Dunia seolah menatap Indonesia dengan alis terangkat. Radioaktif? Dari mana asalnya? Negeri yang bahkan belum memiliki reaktor nuklir justru mengekspor produk laut yang mengandung radiasi.

Pemerintah semula menepis kabar ini. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut informasi itu tidak akurat dan meminta bukti ilmiah. Namun, setelah penyelidikan lebih lanjut, fakta yang muncul jauh lebih kompleks --- dan ironis. Udang tersebut berasal dari wilayah laut yang berdekatan dengan kawasan industri besi dan baja, di mana sebagian bahan bakunya ternyata berasal dari limbah besi baja impor, termasuk yang berpotensi mengandung zat radioaktif.

Paradoks Negeri Besi yang Gunakan Limbah

Indonesia adalah negara kaya sumber daya alam. Data US Geological Survey menunjukkan cadangan bijih besi Indonesia mencapai sekitar 3,3 miliar ton, tersebar di Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Namun dalam praktiknya, banyak industri baja dalam negeri justru menggunakan limbah baja impor. Alasannya sederhana: lebih murah, cepat, dan tak butuh infrastruktur tambang yang rumit.

Namun keputusan ekonomis ini ternyata menyimpan konsekuensi ekologis yang fatal. Seperti kata Mahatma Gandhi, "Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan semua manusia, tetapi tidak cukup untuk memenuhi keserakahan satu manusia."

Limbah baja impor kerap datang tanpa pemeriksaan menyeluruh. Berdasarkan laporan KLHK tahun 2023, sekitar 1,3 juta ton limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) masuk ke Indonesia setiap tahun, baik secara legal maupun ilegal. Di antaranya terdapat logam berat, sisa industri kimia, dan bahkan residu radioaktif dari proses peleburan. Ketika limbah tersebut diolah tanpa pengawasan ketat, residunya bisa mencemari air laut, tanah, dan rantai makanan --- termasuk udang.

Negara Surga Limbah Dunia

Kisah udang radioaktif hanyalah puncak gunung es. Indonesia sudah lama dikenal sebagai "surga pembuangan limbah" dunia. Pada 2022, data Basel Action Network mencatat bahwa Indonesia menerima lebih dari 250 ribu ton limbah plastik dari luar negeri, sebagian besar dari Amerika Serikat, Australia, dan Eropa. Ironisnya, limbah ini datang dengan dalih "daur ulang".

Tak hanya plastik. Ada pula kasus limbah kimia dari pabrik tekstil, pertambangan, hingga pestisida yang dibuang ke sungai-sungai besar seperti Citarum dan Brantas. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup, 30% perairan di Indonesia sudah berada pada kategori tercemar berat. Akibatnya, biota laut seperti ikan, udang, dan kerang mengandung logam berat dan zat beracun.

Dampaknya? Sangat nyata. Studi LIPI tahun 2021 menunjukkan kadar merkuri di perairan pesisir Kalimantan Timur sudah mencapai 0,007 mg/l, melebihi ambang batas WHO sebesar 0,001 mg/l. Paparan jangka panjang zat ini bisa menyebabkan gangguan saraf, kelainan janin, dan kanker. Kini, ancaman radiasi menambah daftar panjang krisis lingkungan yang belum terselesaikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline