Lihat ke Halaman Asli

Marius Gunawan

TERVERIFIKASI

Profesional

Pajak Rokok dan Pikiran Hitam Putih Purbaya

Diperbarui: 3 Oktober 2025   07:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri keuangan Purbaya dan rokok (Tribun Medan)

Menteri yang Lantang dan Gaya yang Membelah Opini

Purbaya Yudhi Sadewa masuk ke kursi Menteri Keuangan dengan gaya yang --- maaf --- tak serupa pendahulunya. Ceplas-ceplos, lugas, dan acap kali membuat orang yang terbiasa dengan argumen bertahap terhenyak. Ada yang memanggilnya "segar", ada juga yang menggigit kuku karena khawatir suara keras tak selalu berujung perhitungan panjang. Keputusan terbaru yang paling mengundang riuh: cukai rokok tidak dinaikkan untuk 2026 karena khawatir mematikan industri dan menggugah PHK.

Kesan pertama: pragmatis --- lindungi pekerja. Kesan kedua: hitam--putih --- kalau kenaikan cukai = industri binasa, maka jangan naik. Purbaya bahkan menyindir tim kesehatan: "kalau dia bisa ciptakan lapangan kerja sebanyak yang hilang karena industri mati, boleh kita ubah kebijakannya." Ucapan yang memancing tawa di satu sisi dan geram di sisi lain, karena menyederhanakan perdebatan yang sebetulnya kompleks.

Data yang Tak Bisa Ditepikan

Mari keluarkan alat ukur: Indonesia bukan negara kecil perokok. Survei GATS terakhir menunjukkan sekitar 34,5% orang dewasa --- setara lebih dari 70 juta orang --- menggunakan tembakau; angka pada laki-laki jauh lebih tinggi. Ini bukan sekadar persoalan pilihan pribadi, melainkan persoalan epidemiologi dan biaya sosial.

Berbicara soal biaya, hitungannya tak ringan. Berbagai studi ekonomi menempatkan beban akibat rokok pada angka ratusan triliun rupiah per tahun: estimasi konservatif menempatkan total biaya ekonomi antara ratusan triliun hingga puluhan persen triliun, dengan biaya kesehatan langsung yang tercatat mencapai belasan triliun per tahun. Angka-angka ini menunjukkan bahwa rokok bukan hanya soal income bagi pabrik, tapi juga beban pada layanan kesehatan, produktivitas hilang, dan kematian dini.

Lapangan Kerja: Argumen Separuh Benar

Argumen "lapangan kerja" memang nyata: industri hasil tembakau menyerap tenaga kerja --- ada data yang menyebutkan ratusan ribu tenaga kerja langsung, dan unsur rantai nilai yang lebih luas mencapai jutaan orang yang bergantung pada tembakau. Namun ketergantungan itu tidak otomatis membuat kebijakan cukai menjadi tabu; alternatif dan transisi perlu dirancang agar dampak sosial diminimalkan. Kebijakan yang baik menjawab dua masalah sekaligus: mengurangi konsumsi merugikan dan menjaga kelangsungan mata pencaharian lewat program pendampingan.

Rokok dan Bansos: Ironi Konsumsi

Satu lagi yang sering luput dari hitungan spontan: siapa yang membayar tagihan kesehatan dan bagaimana keluarga menyusun prioritas belanja. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline