Lihat ke Halaman Asli

Manda Gloria

"Setiap kebaikan perlu diabadikan"

Denial Politik Kaum Milenial

Diperbarui: 26 Maret 2021   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@MD D Sign


Kata denial kian familiar di kalangan kaum milenial. Denial berasal dari bahasa Inggris yang memiliki arti penyangkalan. Kata denial atau penyangkalan juga digunakan untuk mekanisme pertahanan psikologis yang dikemukakan oleh tokoh dan ahli psikologi, Sigmund Freud. 

Seseorang yang melakukan denial tidak bisa menerima atau menolak kejadian yang dirasa akan membuatnya terluka dan menyakitkan. 

Sehingga melakukan penyangkalan dan mengatakan bahwa hal tersebut tidaklah benar. Kata denial cocok untuk menggambarkan kaca mata politik kaum milenial saat ini. 

Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan, sebanyak 64,7 persen anak muda menilai partai politik atau politisi di Indonesia tidak terlalu baik dalam mewakili aspirasi masyarakat (m.merdeka.com, 21/03/2021). 

Bahkan isu-isu politik mendapat tanggapan lebih intoleran jika dibanding isu keagamaan. Sebanyak 39 persen anak muda menyatakan keberatan jika orang non-Muslim menjadi presiden, sedangkan anak muda yang tidak keberatan 27 persen, dan tergantung 28 persen (republika.co.id, 21/03/2021). 

Dari hasil survei tersebut juga menunjukkan ada lebih banyak anak muda yang cukup sering mempertimbangkan nilai agama ketika membuat keputusan penting bagi hidup (47,8 persen) dan 31.5 persen menjawab selalu/sangat sering. 

Namun, disisi lain 49,4 persennya mendesak adanya penanganan persoalan radikalisme untuk segera ditangani. Kemudian, sebesar 41,6 persen anak muda menyatakan persoalan radikalisme harus menjadi perhatian serius pemerintah karena sangat mengancam kehidupan bermasyarakat di Indonesia (republika.co.id, 21/03/2021). 

Sudah menjadi rahasia umum jika radikalisme senantiasa disematkan pada kaum muslim yang taat. Kaum muslim yang menjadikan Islam bukan hanya sebagai ritual ibadah, tetapi juga dalam segala aspek kehidupan. Mulai dari berpakaian, makanan, sosial, hukum hingga berpolitik. 

Berdasarkan survei tersebut, kaum milenial masih mempertimbangkan nilai agama ketika membuat keputusan penting bagi hidupnya. Namun, di sisi lain justeru mendesak penganan radikalisme yang mengacu pada kaum muslim itu sendiri. Dua pemikiran yang sangat bertolak belakang. 

Pemikiran yang saling bertolak belakang ini lahir akibat penerapan sistem sekuler. Di mana makna ibadah mengalami penyempitan, agama hanya ada di ruang ibadah saja. 

Padahal agama secara keseluruhan merupakan ibadah. Maka segala aktivitas kehidupan manusia yang disandarkan pada agama merupakan ibadah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline