Lihat ke Halaman Asli

Maman Abdullah

Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Utang Baru, Jalan Selamat atau Jebakan Tanpa Ujung?

Diperbarui: 1 September 2025   13:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kai.or.id

Rencana pemerintah menambah utang kembali tahun depan menimbulkan banyak pertanyaan di tengah publik. Dalam Rancangan APBN 2026, pemerintah berencana menarik utang baru sebesar Rp 781,9 triliun untuk menutup defisit. Angka ini bukan jumlah kecil. Apalagi, pada tahun ini saja, pembayaran bunga utang diproyeksikan mencapai sekitar Rp 552 triliun. Uang sebanyak itu tidak pernah dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat, sebab hanya berputar untuk melunasi kewajiban kepada kreditur.

Kondisi ini membuat kita bertanya: apakah bangsa ini bisa benar-benar sejahtera jika setiap tahun yang lebih diprioritaskan justru cicilan bunga utang, bukan kebutuhan dasar rakyat?
Utang Ribawi dan Peringatan Ilahi

Masalah utang negara ini bukan sekadar soal teknis fiskal, tetapi juga persoalan mendasar bagi bangsa yang mayoritas penduduknya Muslim. Hampir semua instrumen pinjaman negara hari ini berbunga, dan dalam istilah Islam dikenal sebagai riba.

Al-Qur'an memberi peringatan keras:

 "Jika kamu tidak meninggalkan sisa riba, maka umumkanlah perang dengan Allah dan Rasul-Nya." (QS. Al-Baqarah: 279)

Ayat ini menegaskan bahwa riba bukan hanya transaksi biasa, melainkan tantangan terhadap aturan Allah. Pertanyaannya, bagaimana mungkin sebuah bangsa berharap mendapat keberkahan jika justru menantang Tuhan dengan praktik yang jelas dilarang?

Bunga Utang: Uang Rakyat untuk Siapa?
Beban bunga utang mencapai Rp 552 triliun per tahun. Bandingkan angka ini dengan alokasi belanja pendidikan, kesehatan, atau perlindungan sosial. Anggaran sebesar itu seharusnya bisa membangun sekolah, menambah tenaga kesehatan, atau membiayai riset dan teknologi. Namun, kenyataannya dana ini justru dialirkan kepada kreditur, baik lembaga keuangan global maupun investor pasar surat utang.

Artinya, sebagian besar jerih payah rakyat yang membayar pajak justru tidak kembali dalam bentuk layanan, melainkan habis untuk memenuhi kewajiban bunga.

Sumber Kemandirian yang Terabaikan

Padahal, Indonesia tidak miskin sumber daya. Negeri ini memiliki kekayaan alam luar biasa: tambang emas, nikel, batubara, gas alam, hutan, dan lautan yang luas. Jika dikelola dengan benar, hasilnya bisa menopang anggaran negara tanpa harus berutang.

Sayangnya, sebagian besar pengelolaan SDA strategis ini dikuasai swasta besar atau asing, sementara negara hanya mendapat bagian kecil berupa pajak dan royalti. Inilah yang membuat defisit seakan menjadi "keniscayaan", padahal akar masalahnya adalah model pengelolaan yang salah arah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline