Lihat ke Halaman Asli

Mahar Prastowo

Ghostwriter | PR | Paralegal

Jakarta dan Para Ormasnya: Deklarasi Melawan Diri Sendiri

Diperbarui: 23 Mei 2025   04:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta dan Para Ormasnya: Deklarasi Melawan Diri Sendiri (Foto: Dani Prasetya)


Hotel Menara Peninsula, Kamis pagi yang biasa. Lalu tiba-tiba jadi tidak biasa.

Satu per satu para ketua ormas berdatangan. Mengenakan batik, jas, kopiah, hingga ikat kepala khas daerah. Dari ujung barat Jakarta, sampai ujung timur Indonesia. Melewati gerbang putar hotel, masuk ruang pertemuan yang dingin oleh pendingin dan dingin pula oleh sejarah panjang: tentang Jakarta dan ormas-ormasnya.

Saya tidak dapat hadir, karena sedang menjadi nara sumber sosialisasi tentang premanisme di Polres Jakarta Timur. Tapi ada rekan saya di sana, dari foto yang dikirim, dia duduk di baris belakang. Fotonya menampakkan punggung para peserta. Bukan karena tidak diundang, tapi karena dia ingin mendengar seperti rakyat biasa. Saya dulu ketika di komunitas Tenis, acapkali berkegiatan di hotel ini, karena pemilik hotel adalah ketua umum PELTI.

Hari itu, 22 Mei 2025, saya mencatat sebuah momen langka: 29 ormas mendeklarasikan perang terhadap premanisme. Judulnya megah: Bersama Lawan Premanisme untuk Jakarta yang Lebih Aman dan Beradab.

Tapi saya tahu, ini bukan deklarasi biasa. Ini seperti menyatakan perang terhadap diri sendiri. Sebab sebagian dari ormas itu---atau oknum di dalamnya---selama ini dikenal publik bukan hanya sebagai penjaga keamanan lingkungan. Tapi juga "penjaga proyek", "pengatur pasar", dan dalam bahasa warga: "preman berseragam organisasi."

Saya Tahu, Anda Tahu

Jakarta adalah kota yang keras. Tapi kekerasannya tidak datang dari alam. Ia datang dari manusia. Dan sebagian manusia itu memakai bendera ormas.

Di pasar-pasar, proyek-proyek pemerintah, bahkan dalam urusan parkir, ada tangan-tangan tak kasat mata yang minta jatah. Kadang pakai alasan adat, kadang pakai nama kebesaran organisasi. Polisi tahu. Wartawan tahu. Pedagang apalagi.

Jadi, ketika mereka berdiri satu panggung dan bersumpah menolak premanisme, saya mencium aroma yang tidak biasa: apakah ini pertobatan massal? Atau hanya kosmetik sosial?

Komitmen yang Dibacakan Seperti Doa

Kombes Pol Harry Muharram Firmansyah dari Polda Metro Jaya berdiri paling depan. Ia tidak hanya memimpin deklarasi. Ia memimpin harapan.

Teks dibacakan bersama:
1. Menolak dengan tegas segala bentuk aksi premanisme.
2. Mendukung tindakan Polri dalam pemberantasan premanisme.
3. Siap melaporkan jika melihat aksi premanisme.


Mereka lalu menyanyikan "Padamu Negeri" dengan suara gemuruh. Lalu foto bersama. Lalu makan siang.

Saya tahu, deklarasi bisa selesai dalam dua jam. Tapi premanisme? Tak selesai dalam dua dekade.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline