Lihat ke Halaman Asli

M Sanantara

Art Modeling

Puisi: Celana Dalam yang Terlupakan di Ruang Kosong

Diperbarui: 1 April 2025   16:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Woman wearing Sheer Dress submerged underwater (Pexels/Polina Tankilevitch)

M Sanantara
Celana Dalam yang Terlupakan di Ruang Kosong

Sempak terjepit di balik bayang-bayang,  
Tak pernah ditanya, apa yang ia inginkan,  
Lembut, menganga dalam kesenyapan,  
Ia hanya tahu,  
Ia terbuat dari ketenangan yang dipaksakan,  
Jauh dari dunia yang keras,  
Namun di mata dunia---  
Ia hanyalah kain penutup tubuh yang terabaikan.

Kancut, lebih suka berbicara pada Kolor,  
Berdua mereka saling bertukar cerita tanpa ujung,  
"Engkau terlalu lembut," kata Kancut,  
"Sempak, kau tidak cukup untuk menampung hidupku."  
Kolor yang lebih kasar, merasa hampa,  
Menggenggam sepotong kain,  
Bertanya, apakah ia benar-benar Kolor,  
Atau hanya sempak yang tersesat dalam arus waktu.  
Ada sesuatu yang hilang---  
Pencarian itu mencekam mereka.

Di ruang kosong yang dilihat dari sudut pandang sabun,  
Sabun hanya membersihkan,  
Tak pernah bertanya apa yang ingin dibersihkannya.  
Namun, ia merasa lebih dekat pada sabuk celana,  
Yang terkatung-katung, tak pernah disadari,  
Melainkan hanya saat segala sesuatu terasa longgar.  
Apakah sabuk celana, seperti sabuk kehidupan,  
Yang menahan segala kegilaan tanpa suara?

Cangcut, yang lebih terhormat karena dekat dengan bra,  
Memandang celana dalam dengan tatapan penuh tanya,  
"Apakah kamu ingin lebih dari sekadar menjadi penutup?"  
Celana dalam diam, meresapi keheningan,  
Hingga akhirnya ia berkata,  
"Aku lebih suka bra,  
Dia melindungiku lebih dari yang bisa kujelaskan."  
Namun bra, yang terjebak dalam definisi tugasnya,  
Tidak pernah tahu apa yang sebenarnya dilindunginya.

Semua benda ini,  
Sempak, Kancut, Kolor, Cangcut,  
Mereka berbicara tanpa pernah mengerti,  
Terjebak dalam dunia yang memaksakan mereka bermain peran,  
Namun dalam kebisuan mereka,  
Ada keresahan, ada kerinduan  
Untuk menjadi lebih dari sekadar simbol yang dimaksudkan.  
Mereka mencari kebebasan dalam kekosongan.

Tubuh telanjang itu menertawakan mereka,  
Berjalan tanpa malu, tanpa batas,  
Menanggalkan label yang melekat,  
Tanpa peduli pada bentuk atau peran,  
Mereka lebih suka hilang dalam ketiadaan,  
Menghapus segala pencarian,  
Karena mereka tahu,  
Kebebasan itu bukan bentuk, bukan peran,  
Melainkan kehilangan identitas yang dipaksakan.

Mungkin, pada akhirnya,  
Yang mereka cari bukanlah "ada,"  
Melainkan "tak ada,"  
Sebuah ketidakberadaan yang menyembuhkan,  
Melepaskan dari segala ketegangan identitas,  
Seperti binatang yang terlahir kembali  
Dari kulit yang lama.

(2025)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline