Lihat ke Halaman Asli

Ratapan yang Seharusnya Tidak Dirasakan

Diperbarui: 3 September 2020   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@kulturtava

Aku mengeruhkan kebenaran di hatiku dengan jejak berahi. Memasang jaring, menangkap keegoisan diri. Kuhempaskan diri ke arah yang salah.

Hatiku kubiarkan berhamburan di atas hasrat yang tak seharusnya kulakukan. Lembah hatiku, aku penuhi dengan bangkai yang busuk.

Aku membinasakan diriku sendiri. Kuberi minum, alur kehidupanku dengan racun. Tiada kesadaran di dalam nalar dan hatiku. Aku seakan terhilang entah kemana.

Pada tahun yang kedua ribu dua puluh, dalam bulan kesembilan, pada tanggal dua bulan ini. Aku merasakan suatu ratapan. Aku kaget melihat kebodohan hatiku. Rebah dan mati terbunuh pada ketidakberdayaan.

Kenapa, kubiarkan dia turun dan berkuasa atasku. Membuat dahan gairahku terseret pada dirinya. Aku hanya mendesah dan tidak mengeluh sedikit pun.

Hingga saat aku membuka mata dan tersadar, bahwa aku telah menerima petaka di hidupku. Dan itu, telah menimbulkan noda pada jiwaku. Aku terjatuh ke dalam lubang kekalahan.

Aku menangisi diriku karena telah berada di pelukan yang tidak semestinya. Aku tidak tahu ini kemarahan atau penyesalan yang tidak bisa kusesali lagi. Karena aku yang pergi dan mendatangimu.

Ini adalah ratapan yang seharusnya tidak dirasakan olehku, jika aku tidak menyerahkan diriku tertikam belati dari pasal cinta yang berbahaya.

September, 2020.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline