Lihat ke Halaman Asli

Latifah Maurinta

TERVERIFIKASI

Penulis Novel

Cerpen | Cinta Bagai Toefl

Diperbarui: 21 Juni 2020   06:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Cinta Bagai Toefl


Hampir tengah malam ketika aku membalik halaman dua laporanku. Betapa menjemukannya laporan ini. Andai saja Andreas tidak memaksa para guru mengirimkan laporan dalam tenggat waktu super singkat, sudah pasti aku lebih memilih bergelung di balik selimut hangatku.

Hoammm, aku mengantuk sekali. Sudahlah, aku menyerah. Kulempar bundelan laporan bersampul biru itu ke atas meja kaca. Kuregangkan lenganku. Perlahan aku bangkit. Selangkah demi selangkah kuhampiri jendela. Hidungku menempel di kaca yang tertutup kabut.

Kabut? Di Bulan Juni begini? Oh, jangan heran. Hawa dingin, kabut, dan langit yang kadang terang-kadang gelap telah menjadi makanan kami sehari-hari di kaki gunung ini. Penduduk kaki gunung ini lebih banyak berteman suram. Bahkan, ada rumor yang menyebut bahwa kaki gunung telah dikutuk menjadi gunung kesedihan.

Hoax. Masih ada ya, yang mempercayai takhayul begitu? Memang cuacanya saja yang muram. Kabut dingin yang menutup separuh langit hampir di setiap malam bukan karena gunung ini dikutuk.

Aduh, mikir apa sih aku ini? Kukucek-kucek mataku. Pasti otakku melantur begini karena aku kelewat lelah. Andreas sialan. Lagian, salah dia juga yang memaksakan deadline ketat untuk para guru. Dikiranya kami manusia super yang tak butuh tidur, makan, dan relaksasi?

Kupuaskan hatiku untuk mengumpat Andreas. Setelah sepersekian menit berdiri di bawah birai jendela, aku balik kanan. Kembali kuempaskan tubuhku di kursi putar bersandaran tinggi. Pandanganku menyapu ruang kerja yang dipenuhi buku, seperangkat komputer, printer, dan scanner. Terima kasih pada Ayahku yang telah melengkapi ruang kerja ini sehingga putrinya tak perlu repot-repot keluar rumah menembus kabut hanya untuk mencetak laporan.

Kupaksakan mataku kembali menjelajahi deretan huruf dan angka. Ini sudah mencapai akhir halaman dua. Eits, masih ada beberapa halaman lagi. Kubalikkan kertas dengan malas.

Biji-biji waktu berjatuhan. Tengah malam berlalu tanpa terasa. Memeriksa laporan prestasi belajar para peserta kursus mengharuskanku tetap duduk di sini. Mataku memberat. Pandanganku serasa terganjal bola besar berwarna hitam. Ya, Tuhan, aku mengantuk sekali.

Tik! Tok! Tik! Tok!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline