Lihat ke Halaman Asli

Krismas Situmorang

TERVERIFIKASI

Teacher St Bellarminus-Jakarta, Freelancer Writer, Indonesian Blogger

Masih Adakah Etika Masyarakat Ketika Menjadi Penumpang Kereta Commuterline?

Diperbarui: 15 Juli 2025   21:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Kereta Commuterline. (Sumber: https://www.nawacitapost.com/news/2761519/naik-krl-bisa-tanpa-kartu-bagaimana-caranya)

Kereta Commuterline atau KRL (Kereta Rel Listrik) telah menjelma menjadi moda transportasi yang diandalkan oleh jutaan orang setiap hari, terutama di kota-kota besar seperti Jabodetabek. 

Kepadatan penumpang di dalam kereta juga semakin tinggi seiring dengan semakin tingginya aktivitas kereta. Kondisi ini tentu menuntut setiap penumpang untuk berperilaku dengan baik supaya kenyamanan, keselamatan, dan kelancaran perjalanan bersama dapat terjaga dengan baik. 

Saya baru beberapa bulan ini menggunakan kembali kereta Commuterline menuju lokasi pekerjaan. Beberapa tahun sebelumnya, sebelum reformasi manajemen kereta api oleh Bapak Ignatius Jonan, saya sudah menggunakan KRL versi ekonomi. Ketika itu, kondisi gerbong sudah seperti gerbong serbaguna dengan kondisi kotor dan bau.

Kini, seiring kemajuan transportasi KRL, saya membayangkan perilaku pengguna kereta Commuterline juga mengalami perubahan. Dilihat dari perspektif penumpang, perbedaan paling mencolok yang saya rasakan saat ini adalah bahwa penampilan penumpang sudah jauh berubah. Setidaknya, saya tidak seperti beberapa tahun lalu, yang harus mencium aroma tidak sedap dari ternak atau barang bawaan penumpang.

Baca juga: Ketika Suara Musik Tetangga Saling Berebut Dominasi: Harmoni Atau Konflik?

Dalam tulisan ini, saya hendak mengulas perilaku penumpang kereta Commuterline terutama dalam perjalanan pagi dan sore hari. Yang menarik adalah bahwa tidak sedikit penumpang yang kurang memiliki empati dan kepedulian kepada sesama pengguna.  Hal ini sebenarnya cukup menggelitik dan menjadi keprihatinan.

Hal menarik lain adalah soal etika dan kesadaran menaati peraturan. Sudah menjadi pemandangan umum bahwa penumpang yang duduk umumnya berasal dari beberapa stasiun terdekat dengan stasiun keberangkatan. 

Saya memperhatikan, sungguh merupakan hal yang sangat jarang melihat orang mau berbagi tempat duduk meski ia belum sampai di tempat tujuan. Artinya, sulit menemukan adanya kesadaran penumpang untuk berbagi kesempatan. Bukankah orang lain juga membayar senilai yang sama untuk menggunakan jasa yang sama.

Saya sempat berpikir mendengar celutukan ketika berada di rangkaian Commuterline rute Bogor-Jakarta Kota. Mereka mengatakan bahwa bahwa tempat duduk di kereta itu sebagian besar milik penumpang yang naik dari Bogor dan Bojonggede. 

Ternyata yang dimaksud adalah para penumpang  tersebut tidak mau berbagi tempat duduk, tidak memberikan prioritas pada penumpang yang membutuhkan, seperti ibu hamil atau lansia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline