Lihat ke Halaman Asli

Krisanti_Kazan

TERVERIFIKASI

Learning facilitator

Junior Berkarya, Senior Bertanya: 'Kenapa Bukan Saya?'

Diperbarui: 1 Agustus 2025   11:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kolaborasi senior-junior | Sumber: freepik

Dalam sebuah lomba lari, peluit sudah ditiup. Semua peserta berlari, tapi ada satu pelari yang terus menoleh ke belakang-bukan untuk melihat lawan, tapi untuk memastikan semua orang tahu bahwa dialah yang paling lama ikut lomba ini. Sayangnya, pelari muda yang fokus ke depan, latihan diam-diam, dan jarang berkomentar di grup, justru sampai garis finis lebih dulu. Dan ketika dia naik podium, pelari lama itu justru sibuk bertanya-tanya, "Kok bisa dia? Kenapa bukan saya?"

Fenomena ini bukan hanya terjadi di lintasan lari. Saya menyaksikannya sendiri di tempat kerja, ketika rotasi yayasan menempatkan seorang rekan junior sebagai pemimpin baru, menggantikan senior yang harus rela turun jabatan. Bukan karena tak kompeten, tapi karena sudah saatnya. "Semua orang ada masanya," kata ketua yayasan kami. Sebuah kalimat sederhana yang seharusnya membebaskan, tapi justru terasa menghujam bagi mereka yang belum siap menerima kenyataan.

Alih-alih mendukung, segelintir senior mulai mempertanyakan keputusan tersebut, menilai prestasi si junior, dan-dalam versi yang lebih halus-tidak hadir sepenuh hati dalam ruang kolaborasi. Bukan karena juniornya tak layak, tapi karena mereka belum berdamai dengan kemungkinan bahwa ada yang lebih muda, lebih siap, dan lebih layak dipercaya saat ini.

Dalam dunia yang terus bergerak cepat, terkadang ancaman terbesar bagi prestasi seseorang bukan datang dari luar, tapi dari sesama rekan sendiri-yang merasa kalah bukan karena tidak mampu, tapi karena tidak siap disalip.

Realita yang Tak Bisa Ditolak: Yang Muda Makin Melaju

Dunia kerja saat ini tidak lagi hanya menilai siapa yang paling lama bertahan, tapi siapa yang paling adaptif dan memberi dampak nyata. Generasi muda datang dengan kecepatan belajar yang mencengangkan. Mereka tumbuh bersama teknologi, terbiasa berpikir lintas disiplin, dan tak segan menyuarakan ide-meskipun statusnya masih "anak bawang".

Tak sedikit dari mereka yang mampu membaca kebutuhan zaman lebih cepat, mengambil inisiatif, dan menciptakan solusi yang membuat perubahan nyata di lapangan. Bahkan, mereka yang belum genap lima tahun bekerja bisa saja dipercaya memimpin proyek strategis, hanya karena satu alasan sederhana: mereka menunjukkan bahwa mereka bisa.

Fenomena ini bukan berarti mengecilkan peran senior. Justru sebaliknya, ini menunjukkan bahwa sistem kerja ideal mestinya memberikan ruang bagi semua orang untuk bersinar, terlepas dari usia atau lama kerja. Namun dalam praktiknya, keberhasilan junior sering kali ditafsirkan sebagai pengambilalihan tahta, bukan sebagai regenerasi alami.

Sayangnya, alih-alih menjadi mentor yang membimbing, sebagian kecil dari para senior justru berubah menjadi komentator dari tribun-yang lebih sibuk mengkritik daripada memberi kontribusi. Mereka lupa, bahwa kecepatan zaman memangkas privilese "senioritas otomatis", dan memberi tempat bagi siapa pun yang benar-benar siap dan mau kerja keras.

Ego Senioritas: Ketika Lama Diterjemahkan sebagai Lebih Layak

Dalam banyak budaya kerja, masih ada keyakinan diam-diam bahwa semakin lama seseorang bekerja, semakin besar haknya atas posisi, penghargaan, atau pengaruh. Lama kelamaan, senioritas tak lagi sekadar pengakuan atas pengalaman, tapi berubah menjadi klaim tak tertulis: "Saya lebih dulu di sini, jadi saya lebih layak."

Inilah titik rawan munculnya ego. Saat seseorang merasa masa kerjanya adalah tiket menuju posisi tertentu, datangnya junior berprestasi bisa terasa seperti ancaman pribadi. Padahal, realitasnya tidak sesederhana itu. Organisasi menilai berdasarkan hasil, bukan sekadar jejak kehadiran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline