Lihat ke Halaman Asli

Karnita

TERVERIFIKASI

Guru

"Ka Mana Wae Sekda?": Sindiran, Etika, dan Tantangan Kolektif Etos Birokrasi

Diperbarui: 20 Juni 2025   16:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wagub Jabar, Erwan Setiawan saat hadir dalam rapat paripurna di DPRD Jabar, (19/6/2025). (TribunJabar)

“Ka Mana Wae Sekda?”: Sindiran, Etika, dan Tantangan Kolektif Etos Birokrasi
“Berselisih di ruang sidang, berjarak di mata publik: jangan sampai birokrasi kehilangan adab dan arah.”

Oleh Karnita

Pendahuluan: Menjaga Wibawa, Bukan Mencipta Riak

Pada 19 Juni 2025, Kompas.com memuat berita berjudul "Wakil Gubernur Jabar Sindir Sekda yang Jarang Ngantor: 'Ka Mana Wae Sekda?'" yang menyulut sorotan publik terhadap dinamika internal Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sindiran Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan, terhadap Sekda Herman Suryatman, disampaikan secara terbuka di forum resmi DPRD, memantik riuh dan perdebatan. Di tengah pembahasan utang BPJS Jabar sebesar Rp300 miliar, pernyataan Erwan memperluas fokus isu: bukan hanya soal akuntabilitas keuangan, tapi juga keteladanan kehadiran pejabat struktural.

Artikel ini menarik disorot karena memperlihatkan potret relasi birokrasi yang seharusnya saling menguatkan, justru terganggu oleh gaya komunikasi yang kurang elok. Semangat transparansi dan akuntabilitas seyogianya tetap dijaga dalam bingkai etika dan harmoni antarpejabat publik. Ketika sindiran dilakukan di ruang formal dan terbuka, risiko friksi horizontal serta fragmentasi persepsi publik terhadap kesatuan pemerintah menjadi besar.

Di balik semua ini, urgensi utamanya adalah membangun budaya pemerintahan yang profesional, kompak, dan saling menopang. Etika komunikasi publik menjadi fondasi dalam mewujudkan kepemimpinan yang berkeadaban. Dalam sistem demokrasi modern, persatuan tidak cukup hanya jargon, tapi harus dibuktikan melalui praktik sinergis yang elegan di tengah perbedaan.

1. Sindiran di Forum Terbuka: Etika dan Efek Domino

Sindiran Erwan di forum DPRD jelas menggugah publik, tetapi juga menimbulkan pertanyaan: apakah cara tersebut mencerminkan etika birokrasi yang baik? Di satu sisi, transparansi diperlukan, namun di sisi lain, menyampaikan kritik secara terbuka di hadapan legislatif dan media tanpa koordinasi internal terlebih dahulu dapat melemahkan wibawa birokrasi secara kolektif. Ruang publik tidak seharusnya menjadi tempat perhitungan personal.

Kritik memang perlu, tetapi pendekatan harus elegan dan berdasar pada mekanisme formal internal, bukan retorika sidang. Perbedaan gaya kerja antarpejabat harusnya dijembatani dengan diskusi tertutup, bukan dibuka ke ruang riuh. Di sini, muncul tantangan: bagaimana para pemimpin daerah menunjukkan keteladanan dalam menyampaikan aspirasi, tanpa mengorbankan citra bersama?

Solusinya, perlu dibangun protokol komunikasi antarpejabat yang etis dan konstruktif. Forum internal lintas peran strategis seperti Sekda, Wagub, dan Gubernur bisa dimanfaatkan sebagai tempat klarifikasi, bukan forum DPRD yang fungsinya lebih substantif dalam tata kelola anggaran dan kebijakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline