Lihat ke Halaman Asli

Joko Ade Nursiyono

TERVERIFIKASI

Penulis 34 Buku

Analisis Pro Kontra Logo Halal Baru dengan Big Data

Diperbarui: 14 Maret 2022   12:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Pro Kontra Logo Halal Baru (Koleksi Pribadi)

Belum usai soal kelangkaan minyak goreng di tengah masyarakat, pemerintah kembali memantik permasalahan dengan meluncurnya logo halal terbaru. 

Logo halal baru itu sontak menuai kritikan publik lantaran gaya pembuatannya yang mengesampingkan aspek-aspek penting pembuatan sebuah logo.

Di tengah gejolak perekonomian nasional yang masih berlangsung, saya sendiri sebenarnya mempertanyakan mengapa pemerintah masih saja melakukan hal-hal yang kurang substantif. 

Berbagai pihak, terutama di media sosial juga menanyakan apa urgensi pemerintah untuk mengubah logo halal yang selama ini telah familier di masyarakat?

Beberapa waktu sebelumnya, jagad maya diviralkan oleh pernyataan Pak Luhut tentang Big Data 110 juta netizen terkait dengan wacana penundaan pemilu. 

Kendati saya sendiri mengeryitkan dahi dengan pernyataan tersebut, dengan mengangkat keseruan cuitan tentang pro dan kontra logo halal baru ini saya juga tak mau kalah dengan Pak Luhut dong. Ya, minimal mirip-miriplah datanya, meski secara jumlah tak sefantastis apa yang dikatakan Pak Luhut: 110 juta itu.

Sembari menyeruput kopi di sore hari, saya mencoba untuk menganalisis situasi pro dan kontra yang mengangkat topik logo halal baru besutan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) itu. Namun, sebelum ke sana, ada baiknya kita memahami ap aitu Big Data.

Big data sendiri sebenarnya telah lama ada, hanya saja secara teoritis belum booming seperti sekarang. Berbekal pengalaman membaca buku dan tentunya artikel daring, saya menyimpulkan bahwa big data itu sendiri merupakan sekumpulan data yang memiliki volume sangat besar dengan kecepatan tertentu dan sangat bervariasi serta mampu memunculkan fenomena (insight) bila dianalisis.

Salah satu wujud big data adalah cuitan yang selentingan di Twitter. Layanan microblogging yang lahir tahun 2006 ini banyak diminati termasuk oleh netizen di Indonesia. 

Performa dari media sosial ini terbilang sangat baik karena selain mengandung pesan ringkas, ia juga memiliki kecepatan update yang luar biasa setidak detiknya. Selain itu, penyebaran informasi yang bersifat primer lebih cepat melalui fitur re-tweet dan hastag atau tagar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline