Lihat ke Halaman Asli

Jaka Sandara

Penulis Lepas || Digital Marketing || Publishing || Edittor ||

Ayahku Seorang Perantau

Diperbarui: 18 Desember 2022   11:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Ilustrasi: Pixabay

Hayya... Tak ada lebaran tak ada Mudik, Banglades, India, Indonesia, China Tak ada Mudik. Pokoknya kerja dan kerja, biar adil semuanya". Suara itu terdengar sangat keras.

Kalimat tersebut masih terngiang di telinga Pak Zami, Tenaga Kerja asal Indonesia di Malaysia. Memang di tempat kerjanya tidak hanya orang Islam saja, tapi bercampur beberapa agama di dalamnya. Apalagi Bosnya orang china tulen yang tak mengenal bertoleransi dan yang terpenting hanyalah nisnis dan mendapatkan uang.

Terdengar suara adzan Subhuh di Masjid sebelah kontrakan Pak Zami, seiring dengan itu Handphone Pak Zami juga berdering.

"Assalamulaikum Ayah". Ternyata anak bungsu Pak Zami yang menelpon.

"Walaikumsalam Anak Ayah, Pagi-pagi sudah menelpon Ayah. Sudah Bangun?".

"iya Ayah, Zami Kangen, Semiggu lagi kan lebaran. Ayah jadikan pulang lebaran ini?". Tanya Zami dengan nada yang polos.

"iya nak, InsyaAllah ayah pulang kok".

Tak terasa Pak Zami meneteskan air mata mendengar permintaan anaknya, tak hanya berkorban banting tulang bekerja di negeri orang, tapi juga menahan perasaan rindu pada keluarga yang jauh di mata.

Seusai Shalat Subhuh berjamaah, Pak Zami kembali ke kontrakan kecilnya untuk bersiap-siap bekerja di tempat orang china tersebut. Ia duduk sejenak didepan pintu

"eh Pak Zami, kok kelihatan sedih?". Tanya Pak Andi tetangga dekatnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline