Lihat ke Halaman Asli

Inosensius I. Sigaze

TERVERIFIKASI

Membaca dunia dan berbagi

Belajar Filsafat di Flores, Bertugas sebagai Formator Calon Magister Teologi di Jerman

Diperbarui: 27 Maret 2021   09:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com

Keahlian dan profesionalitas seseorang tidak semata-mata karena spesifikasi studi. Kemauan untuk belajar dan berkreasi dalam setiap perjumpaan baru dengan orang baru, situasi kerja yang baru, bahasa dan budaya baru dan tantangan baru tetap merupakan aspek-aspek penting lainnya, yang harus diperhatikan sungguh-sungguh.

Wow, terima kasih Kompasiana, kok bisa ya, sampai ada tema tentang "Salah Profesi." Maaf saya harus menarik nafas sebentar. Tema ini sungguh membuat hati saya terharu, bahkan terasa babak belur. Mengapa? 

Mungkin Kompasiana adalah rumah profesi yang dicari selama ini, sekalipun saya baru pemula yang masih terus belajar dari penulis-penulis senior di rumah profesi Kompasiana. Saya mengatakan ini dari kata hati saya. Namun, cerita ini terjadi setelah kisah "salah Profesi" di Jerman. 

Saya sih gak tahu benar, apa sih profesi seorang yang pernah kuliah Filsafat? Pantas disebut Filsuf? Ah gak lah. Maaf lebih baik gak. Mengapa? 

Perjumpaan dengan seorang filsuf membuat saya harus katakan sarjana filsafat itu bagi saya belum layak untuk disebut sebagai filsuf dalam arti sebagai suatu profesi yang bisa dikenakan secara terhormat. 

Karena itu, tetap saja tertinggal suatu pertanyaan hingga sekarang, apa sih profesi yang pantas untuk tamatan ilmu filsafat? 

Menjadi pengajar? Butuh lagi dong penyetaraan dengan mereka yang sarjana pendidikan. Ya tentu. Menjadi politikus? Ya, mungkin juga sih cocok. Cocok karena lumayan banyak sih yang tamatan filsafat, lalu terjun ke dunia politik. 

Tapi, apakah pantas mereka yang seperti itu disebut berprofesi yang sesuai dengan studi mereka? Kayaknya gak juga sih. 

Lalu di mana tempat bagi orang yang sarjana filsafat?  Mau jadi apa nanti khususnya bagi mereka yang lulusan Filsafat? Bayangkan pertanyaan saya sendiri saja belum terjawab, saya akhirnya menerima penugasan baru. 

Saya berangkat ke Jerman tanpa punya bekal kemampuan bahasa  Jerman. Lagi-lagi ginian. Rasanya kok seperti salah feeling mulu. Ya, saya pernah mengalami cerita tentang salah profesi. 

Tahun 2014 saya berangkat ke Jerman. Di kepala saya, mirip kebanyakan orang yang saya jumpai sewaktu di  Indonesia, kalau ditanya mau berangkat ke mana. Dijawab, "ke Jerman lalu pasti muncul kalimat ini: ich liebe dich. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline