Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Belajar Filsafat di Flores, Bertugas sebagai Formator Calon Magister Teologi di Jerman

26 Maret 2021   17:53 Diperbarui: 27 Maret 2021   09:04 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maaf ya, saya tahu cuma itu, katanya." Demikianlah kemampuan saya waktu itu, sungguh memalukan dan mencemaskan. Saya sempat berpikir sih, kok saya seperti pergi ke ruang gelap saja. Kenapa sih bisa gini? 

Ketika di Jerman, tinggal bersama orang Jerman, Belanda, India, Polandia. Ya ampun, rasanya, tamatan Filsafat itu seperti cocok jadi tukang sapu di jalanan lho. Ini jeritan hati saya yang tidak pernah terungkapkan pada tahun-tahun awal. 

Meskipun demikian, setelah mengikuti privat bahasa Jerman setahun, saya mulai seperti bayi 3 tahun, bicara terbata-bata tanpa bisa berdiskusi dan berdebat lama dan panjang, bahkan tidak bisa bedakan diksi-diksi yang mirip namun berbeda 100 persen artinya. 

Suatu kali, seorang mahasiswi asal Indonesia datang mengunjungi saya, lalu teman Jerman pakai bahasa Jerman, bertanya kepada saya, "Ist sie deine Freundin? Saya jawab," Ya" 

Tiba-tiba, saya melihat teman itu tersenyum. Kata hati saya, kok rasanya aneh ya. Tapi, saya mengerti bahwa kata Freundin itu adalah teman cewek. 

Lama setelah itu, baru saya tahu, ternyata pertanyaan itu "jebakan Batman" ya, sekedar guyon maksudnya. Masih sih baru datang, kok sudah ada istri di Jerman? Ternyata ada perbedaan antara, "Ist sie deine Freundin? dan Ist sie Freundin von dir? Yang pertama itu berarti apa dia itu istrimu? Sedangkan yang kedua berarti apakah dia teman perempuanmu? 

Artinya, setahun belajar bahasa Jerman itu, ternyata sangat tidak cukup untuk suatu tugas apapun sebagai suatu profesi di Jerman. Namun, apa yang akan terjadi? "Salah profesi" itu kayaknya sangat sering terjadi lho. Benar bukan?

Saya ditunjuk oleh pimpinan saya dengan tugas khusus sebagai Formator atau semacam tugas pendampingan atau pembimbing untuk seorang mahasiswa yang sedang kuliah Magister Theologinya di beberapa Universitas. 

Pertanyaan saya yang belum dijawab dulu itu, muncul kembali, pantaskah tamatan Filsafat di Flores menjadi Formator untuk mahasiswa Magister Teologi di Jerman? Gila banget ya. Mungkin kedengaran elit di telinga teman-teman saya. Namun, mereka tidak pernah tahu, bagaimana tantangan dari "salah Profesi" itu di luar negeri. Rasanya sih, seperti nenek banget. Hahaha maksudnya tantangan yang saya hadapi itu sungguh tingkat dewa, ya tidak mudah. 

Di sekitar saya ada beberapa yang Doktor, bahkan Teolog, Filsuf dan Filolog. Apa-apaan ini, kok saya yang ditunjuk? "Salah profesi dong" Oleh karen saya tahu bahwa ada kemungkinan bagi saya untuk dibiayai studi lanjut saya, maka saya melihat positif tantangan "salah profesi" itu sebagai kesempatan bahwa ilmu Filsafat bisa memberi kemungkinan pada saya untuk berproses dengan tantangan yang ada setiap hari. 

Tentu melalui kerangka pertanyaan-pertanyaan yang menolong saya untuk menggali akar dari sesuatu yang saya hadapi. Mengapa seperti itu? Dan pertanyaan lainnya yang muncul sesuai konteks, lalu perlahan-lahan membawa saya kepada proses uji kesimpulan sementara, dan lain sebagainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun