Lihat ke Halaman Asli

Beryn Imtihan

TERVERIFIKASI

Penikmat Kopi

Desa Literat, Pejabat yang Membaca Masa Depan

Diperbarui: 26 September 2025   08:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Kepala desa yang literat, ucapannya terukur, penuh referensi, dan mudah memantik ide baru. (Sumber: Gemini AI)

Di sebuah desa, kepala desa yang akrab dengan buku terlihat berbeda dalam setiap forum. Ucapannya terukur, penuh referensi, dan mudah memantik ide baru. Ia mampu membaca situasi, menganalisis kebutuhan warga, lalu merespons perubahan dengan langkah inovatif yang terasa nyata.

Sebaliknya, di desa lain, kepala desa yang jarang membaca sering tampak gagap menghadapi dinamika. Kebijakannya cenderung reaktif, hanya menyalin program lama tanpa mempertimbangkan relevansi. Ketika situasi berubah, ia sulit beradaptasi, dan masyarakat pun merasa kurang mendapatkan arah yang jelas.

Membaca sebagai Cermin Pejabat Desa

Kebiasaan membaca menjadi cermin nyata dalam diri pejabat desa. Mereka yang rajin membaca umumnya memiliki pandangan luas dan tajam. Tidak hanya mengandalkan pengalaman, tetapi juga memperkaya diri dengan pengetahuan baru. Hal ini menjadikan kebijakan lebih kokoh, matang, dan relevan.

Pejabat desa tanpa literasi sering kali terjebak pada pola lama yang monoton. Program desa dijalankan sekadar mengikuti rutinitas tahunan. Tidak ada keberanian mengambil inisiatif baru karena pengetahuan terbatas. Akibatnya, desa mudah tertinggal dibanding desa lain yang lebih inovatif.

Membaca buku memberi pejabat desa kekuatan analitis. Mereka mampu memahami data, tren, serta kebijakan pemerintah yang lebih tinggi dengan sudut pandang kritis. Kemampuan ini penting agar desa tidak hanya menjadi pelaksana instruksi, tetapi juga mampu menyesuaikan program dengan kebutuhan nyata masyarakat.

Ketika Desa Menghadapi Perubahan

Desa kini dihadapkan pada perubahan cepat: digitalisasi, pergeseran iklim, hingga migrasi tenaga kerja. Pejabat desa yang terbiasa membaca biasanya lebih siap merespons. Pengetahuan dari bacaan memberinya bekal untuk mencari alternatif solusi, bahkan sebelum masalah benar-benar muncul di hadapan warganya.

Sebaliknya, pejabat desa yang abai pada bacaan kerap kelabakan. Mereka menunggu arahan dari luar tanpa bisa menyusun strategi internal. Ketergantungan ini membuat desa rentan terhadap guncangan. Warga merasa pejabat desanya lamban, dan kepercayaan terhadap mereka perlahan menurun.

Literasi memungkinkan pejabat desa melihat pola di balik peristiwa. Mereka belajar bahwa setiap perubahan membawa peluang selain ancaman. Sikap ini memudahkan desa beradaptasi, misalnya dengan membuka lapangan kerja berbasis digital atau mengelola sumber daya alam secara lebih bijak.

Bacaan Rekomendasi untuk Desa Literat

Beberapa buku berbahasa Indonesia layak hadir di balai desa sebagai rujukan praktis bagi pejabat desa. Pertama, Cerdas Administrasi Desa (Calya Dzafina, Pixelindo, 2020). Buku ini membantu pejabat desa menjaga administrasi tetap rapi dan transparan. Mereka yang menguasai administrasi lebih tangkas merespons kebutuhan warga tanpa tersandung urusan teknis.

Kedua, Desa dan BUMDes (Muhammad Hasan dkk., Nuta Media, 2021). Bacaan ini memberi pemahaman bahwa BUMDes bukan sekadar lembaga ekonomi, melainkan mesin kolektif bagi kesejahteraan. Pejabat desa yang membacanya lebih siap menggerakkan ekonomi warga dibanding hanya mengandalkan program bantuan sementara. Ketiga, Kepemimpinan Transformatif (Hj. Hikmah Muhaimin, Adab, 2023).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline