Desa “Sidamulih” dalam kisah ini mengawali sebuah legenda turun temurun yang diceriterakan sambung bersambung kakek moyang sampai ke anak cucu. Nama Desa tersebut, semulaadalah Desa Salaka. Secara geografis desa tersebut masuk kedalam wilayah Kabupaten Banyumas, termasuk wilayah dari kecamatan Rawalo. Desa Sidamulih berada diujung paling utara kecamatan Rawalo. Berada dikaki bukit, sebuah deret perbukitan Banjar Negara – Tipar, yang membujur berdampingan dengan bukit disekitarnya. Ada bukit Jembangan, bukit Salaka, bukit Sari, bukit Sanggreman, bukit Tipar, bukit Tambaknegara, dll.
Bukit-bukit yang yang membentang dari arah timut memanjang kearah barat, sepanjang kurang lebih 30 km. Dikala itu masih berupa alasgung liwang-liwung (hutan belantara), dikenal hutan yang sangat angker, tempat bersemayamnya para jin peri prahayangan, banaspati, siluman dan sejenisnya. Tak satupun manusia yang berani masuk melintasinya. Sangat berbahaya, karena dipenuhi hewan buas, bermacam jenisnya. Di kala itu Desa Salaka ada dibawah pemerintahan Kadipaten Pasir Luhur. Kadipaten Pasir Luhur ada dibawah kekuasaan Kerajaan Galuh, Pajajaran. Penguasa Kadipaten Pasir Luhur saat itu bernama Adipati Kandhadhaha.
Diceriterakan keadaan saat itu Kerajaan Galuh sedang mengalami sapu dendaning jagad (ujian atau cobaan dunia) dari Hyang Maha Agung. Kerajaan Galuh mengalami kemarau cukup panjang. Banyak para petani yang sawah ladangnya mengalami kekeringan. Petani menderita kerugian cukup besar.
Raja beserta petinggi kerajaan bermusyawarah.Untuk mengatasi bencana yang menimpapara petani itu, harus segera dicarikan jalan keluarnya. Salah seorang penasehat kerjaan, Pendita Caturtunggal menasehati kepada raja, bahwa atas wangsit yang diterimanya dari Hyang Agung, Kerajaan Galuh harus mengadakan upacara pengorbanan. Yaitu pengorbanan warak hitam, atau seekor badak hitam yang hidup di hutan Salaka. Dagingnya untuk penumbalan sawah dan ladang para petani, sedangkan cula badaknya agar dijadikan werangka (sarung) senjatatombak pusaka Kerajaan galuh -Pajajaran, yang bernama tombak KiaiGadang Sasuruh.
Raja mendengar nasehat pendita Caturtunggal, sangat terperanjat. Sebab, untuk membunuh warak hitam atau badak hitam di hutan Salaka, tidak mudah. Kemungkinannya untuk berhasil kecil. Karena masyarakat mengetahui bahwa, warak hitam hutan Salaka, adalah hewan warak “setengan siluman”, kebal senjata tajam, bahkan senjata pusaka tidak dapat membunuhnya. Pendita Caturtunggal mengatakan kepada raja, bahwa diwilayah timur, ada seorang sakti, yang sanggup membunuh warak hutan Salaka. Namanya Ki Damar Pundi. Ki Damar Pundi, tinggal di Desa Salaka, masih bawahan wilayah Kadipaten Pasirluhur.
Akhirnya Raja Galuh memerintahkan, Adipati Pasirluhur, agar memanggil Ki Damar Pundimenghadap raja. Sabda Raja, apabila Ki Damarpundi dapat membunuh warak (badak) hutan Salaka, dan membawanya ke Kerajaan Galuh, akan diberikan hadiah dan penghargaan, berupa pangkat setingkat Tumenggung. Ringkas ceritera, akhirnya Ki Damar Pundi, dengan kesaktian yang dimilikinya, dapat membunuh warak setengah siluman itu, dengan hanya sekali pukul. Adipati Pasir Luhur sangat senang, mendengar bahwa warak hutan Salaka, dapat dibunuh oleh Ki Damar Pundi.
Berkata Sang Adipati kepada Ki Damar:
”Ki Damar, atas nama raja, saya mengucapkan terima kasih, atas usaha keras Ki Damar. Untuk itu saya akan membawa badak hitam ini ke kerajaan Galuh, dan mengusulkan kepada baginda Raja Galuh, agar Ki Damar, memperoleh penghargaan.”
Ki Damar”
Sendiko gusti, semua terserah Gusti Adipati.”
Maka berangkatlah rombongan Adipati Pasir Luhur, iring-iringan dengan riang gembira membawa badak hitam hutan Salaka, menuju ke kerajaan Galuh-Pajajaran. Raja Galuh menyambut rombongan Adipati Pasir Luhur dengan suka cita, atas keberhasilan Ki Damar, membunuh warak setengah siluman hutan Salaka. Namun alangkah kecewanya Sang Raja, mendengan bahwa Ki Damar Pundi tidak ikut serta rombongan Adipati Pasir Luhur. Raja kemudianmengutus Patih Pajajaran menjemput Ki Damar, di desa Salaka, untuk menerima hadiah dan penghargaan. Dengan diiring pasukan kerajaan maka berangkatlah Patih Kerajaan Galuh menuju desa Salaka.
Kabar kedatangan Patih Pajajaran dan bala tentaranya, tersiar begitu cepat di Kadipaten Pasir, Tetapi entah bagaimana awal kejadiannya, kabar yang sampai ditelinga penduduk Desa Salaka,ternyata menjadi simpang siur. Banyak kabar yang diterima oleh penduduk, bahwa Ki Damar, bukan akan diberi penghargaan pangkat Tumenggung, tetapi akan ditangkap oleh tentara Galuh.
Berita simpang siur itu menyebabkan Ki Damar, sangat khawatir akan keselamatan kerabat dan keluarganya. Maka dikumpulkan oleh Ki Damar , anak, Istri, dan saudara-saudaranya. Mereka yang hadir al: Ranggapati anak Ki Damar, Ny Damar, serta saudara-saudaranya Ki Damar, yaitu Ki Kendilwesi, Ki Gambarsari, Ki Banjarsari, Ki Cakramawijaya. Demi keselamatan anak, istri dan saudara-saudaranya, maka Ki Damar, memutuskan hendak melakukan Tapa Brata Pendam selama 40 hari 40 malam (tapa brata pendam yaitu bertapa di dalam tanah dengan dipendam badannya, kemudian diberi lobang yang terbuat dari bambu untuk bernapas dan untuk bekomunikasi dengan yang menjaga). Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, Ki Damar masuk kedalam liang dalam tanah, Ki Damar berpesan: pertama, agar dalam setiap tiga hari sekali, Ki Damar harus disapa, dan kedua, apabila dalam 3 hari tak ada respon, atau jawaban, berarti Ki Damar sudah meninggal, dan lubang bambu harus dicabut. Ketiga, apabila Patih Galuh dan laskarnya mencari dia, supaya dikatakan bahwa Ki Damar sudah meninggal.
Sampai pada babak ceritera ini, tapa brata Ki Damar sudah menginjak hampir satu pekan. Ketika itu Patih Galuh dan Laskarnya sudah tiba di desa Salaka. Seluruh keluarga Ki Damar menyambut Patih Galuh,ditanya:” Saudara –saudara, saya patih Kerajaan Galuh, hendak bertemu dengan Ki Damar, menyampaikan pesan sang Prabu Pajajaran, untuk Ki Damar, apakah beliau ada dirumah? Ki Kendilwesi menjawab, bahwa Ki Damar sudah meninggal. Akabat perkelahiannya dengan badak hitam dari alas Salaka. Mendengar jawaban Ki Kendilwesi, Patih Galuh menjadi sangat sedih. Kemudian Patih Galu, meminta, agar rombongan Galuh-Pajajaran diperbolehkan menengok tempat kuburnya Ki Damar.
Sesampainya di pekuburan tempat Ki Damar disemayamkan, Patih Galuh mengatakan kepada keluarga Ki Damar. Berkata Patih Galuh:” Ny Damar, dan seluruh keluarga yang hadir disini, saksikanlah, ujar-ujar (wejangan, nasehat, petuah) saya, mulai hari ini, desa salaka berganti nama, menjadi Desa Sidamulih. Untuk mengingatkan kepada kita, bahwa Ki Damar Pundi, telah berjasa besar buat Galuh-Pajajaran. Atas jasanya, semula akan mendapatkan penghargaan dan hadiah dari Sang Prabu. Namun atas kehendak Yang Maha Kuasa, beliau sekarang sudah meninggal, maka penghargaan diberikan kepada anak turunannya. Ki Damar Pundi, seharusnya sekarang panjenengan menerima penghargaan, tetapi akhirnya panjenengan, memilih pulang menghadap Yang Maha Kuasa. Jadi pulang………..Ki Damar Pundi…..Jadi…Pulang,,…..Ki Damar Pundi ……..Jadi pulang, ……..Sida-sidane ……..Mulih,….Sida-Sidane…..Mulih, …Sida Mulih…..Sida…Mulih…..!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI