Lihat ke Halaman Asli

Ikrom Zain

TERVERIFIKASI

Content writer - Teacher

Di Balik Pengumuman Pensiun Menulis Mbak Trinity

Diperbarui: 2 September 2018   18:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mbak T ketika ke Manchu Piccu. - Dokumen Pergidulu

Saya kaget. Terhenyak. Seperti yang sering diungkapkan Mantan Presiden Bapak Soesilo Bambang Yudhoyono.

Junjungan saya, jika boleh dibilang secara sarkas, Mbak Trinity alias Mbak T mengumumkan pengunduruan diri sebagai penulis buku. Sebuah keputusan kontroversial yang mungkin tidak bisa diterima dengan baik oleh sebagian besar penggemarnya seperti saya.

Penulis empat belas buku yang memulai debutnya dari blog pribadi di awal 2000an ini memang fenomenal. Sudah puluhan negara terjelajahi. Hampir semua provinsi di Indonesia juga telah disambangi. Dengan aneka rupa cerita yang unik, menarik, dan sangat berkesan bagi para pembacanya, ia membuat pembacanya begitu hanyut dalam cerita perjalannya.

Gaya tulisan khas yang to the point, mengulik kisah di balik perjalanan, serta tips-tips bermanfaat. Dikemas seru dengan tambahan gambar yang elegan membuat buku-bukunya selalu menembus best seller. Pun begitu dengan blogpostnya yang langsung diserbu para penggila tulisannya dengan ratusan komentar.

Sayang, semua keasyikan itu akan berakhir. Pada unggahan terakhir di blog pribadinya, Mbak T akhirnya memutuskan pensiun sebagai penulis buku. Buku The Naked Traveler TNT 8 yang akan segera dirilis merupakan buku terakhirnya sekaligus perpisahan kepada pembaca setianya. Tak akan ada lagi TNT-TNT lain.

Apa yang mendasari keputusan sulit itu? Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Mbak T.

Pertama, dunia perbukuan Indonesia yang semakin suram sehingga berdampak pada kecilnya royalti yang didapat oleh penulis. Tentu, hal ini sudah menjadi efek domino dari penetrasi dunia maya yang menggeser penerbitan dan percetakan.

Namun, Mbak T beralasan bahwa bukan penetrasi itulah yang membuatnya down dan akhirnya memutuskan pensiun. Kemauan membaca masyarakat Indonesialah yang rendah yang menjadi penyebabnya. Fenomena ini juga dibuktikan dengan e-book yang juga terjual sedikit.

Kedua, selera membaca masyarakat Indonesia yang cukup miris juga menjadi penyebabnya. Bacaan berjudul spektakuler, click bait, dan tak terlalu medalam dalam mengupas sesuatu hal yang kini menjadi primadona. Tulisan perjalanan yang biasanya dikemas dengan seni menulis tingkat tinggi kini perlahan tak banyak dilirik. Berganti dengan tulisan (maaf), kualitas rendah semisal "10 Tempat Asyik di Kota YYY" atau "5 Kuliner Menarik di Kota ZZZ" namun unggul dalam teknik SEO.

Tulisan-tulisan tersebut lebih banyak mendapat tempat meski memuat informasi minim. Tulisan jenis travelogue yang menarik, unik, dan diracik dengan keterampilan tinggi pun akhirnya tenggelam. Para pembaca hanya membaca judul dan sub judul. Mereka juga lebih tertarik dengan foto yang begitu menawan meski tak banyak hal yang bisa mereka ketahui.

Pun, demikian yang terjadi pada saya. Memang, jika menulis di Kompasiana, saya masih terbantu dengan label pilihan ataupun Artikel Utama yang disematkan pada artikel saya. Tapi, tidak begitu halnya ketika saya menulis di blog pribadi. Saya harus "mengemis", beralih dari blog ke blog lain untuk sekedar mendapat apresiasi. Kalau hal itu tak saya lakukan, saya jamin tak akan ada pembaca yang akan mau singgah di artikel saya meski saya benar-benar menulis dengan sepenuh hati. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline