Sekitar tahun 1988, saya dan ibu beserta paman bermaksud mengunjungi saudara di salah satu kampung yang secara administratif masuk ke Kabupaten Lebak, Banten.
Ketika itu saya berusia 4 tahun. Kami pergi menggunakan sepeda motor Vespa Excel 150 berwarna biru. Vespa itu kami pinjam dari suami bibi yang kebetulan sedang libur bekerja. Biasanya sih motor itu selalu dipakai kerja.
Kami berangkat dari rumah di Rangkasbitung sore sekitar jam 4.30. Mungkin Ibu pikir, berangkat sore supaya cuaca adem tidak kepanasan. Kami pun berangkat, paman menginjak pedal engkol motor. Greeng...suara khas motor Vespa itu pun rasanya terdengar renyah ditelinga.
Paman tarik kopling, masukan gigi dan tancap gas. Perjalanan kami awali dari Rangkasbitung menuju Wates perbatasan antara kabupaten Lebak dan Pandegalang. Sepanjang perjalanan, mata disejukan dengan pemandangan pesawahan.
Setengah jam sudah perjalanan. Kami pun tiba di Wates perbatasan dua Kabupaten di Banten. Sebuah gerbang bertuliskan selamat datang seolah menyambut kedatangan kami.
Saat itu, entah kenapa paman tiba-tiba mengerutu kepada ibu: "Emang nggak ada alternatif jalan lain. Ini sih bukan jalan, tapi kayak galangan sawah". Teteh merupakan panggilan akrab seorang adik kepada kaka di suku Sunda. Teteh artinya adalah Kaka dalam bahasa Indonesia.
Jalan yang akan kami lalui saat itu rusak parah. Jalan itu merupakan akses satu-satunya yang kami tahu. Sekedar informasi sekarang kondisi jalannya sudah bagus. Jalan alternatif juga banyak.
Si Vespa yang kami tunggangi bertiga pun terpaksa menerobos jalan berupa tanah dan penuh batu. Cuaca tak bersahabat, langit gelap. Paman terus tancap gas.
Duarr, suara petir menggelegar diiringi air hujan yang mulai turun. "Din, hujan. Berhenti neduh dulu" pinta Ibu kepada paman. Spontan paman pun melambatkan laju motor sambil melihat ditepian jalan rumah atau gubuk apalah untuk berteduh. Kami tidak membawa jas hujan dan sialnya sepanjang jalan tidak ada rumah maupun gubuk untuk berteduh. Sepanjang jalan yang kami lihat hanya pepohonan.
"Duh gimana ini teh? Nggak ada tempat neduh" kata Paman. "Ya sudah jalan terus mau gimana lagi" jawab ibu. Berbeda dengan ibu dan paman yang panik dengan hujan. Saya sebaliknya malah seru, situasi itu serasa mengasyikkan.