“Pernahkah Anda berpikir, ke mana perginya sampah yang kita buang setiap hari?”
Faktanya, setiap orang Indonesia menghasilkan rata-rata 0,5 kg sampah per hari (Rosesar & Kriatanto, 2020). Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), pada tahun 2023, timbulan sampah nasional mencapai 56,63 juta ton. Sayangnya, hanya 39,01% (22,09 juta ton) yang dikelola secara layak. Sementara tingkat daur ulang nasional baru mencapai 22%, kondisi ini memperlihatkan bahwa pengelolaan sampah masih jauh dari ideal. Mayoritas sisanya berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) terbuka (open dumping), menimbulkan pencemaran lingkungan serius dan ancaman kesehatan masyarakat.
Di tengah krisis ini, sebuah ironi terjadi di destinasi pariwisata ikonik. Kota Sabang, permata pariwisata di ujung barat Indonesia dengan panorama bahari dan situs bersejarah menghasilkan timbulan sampah harian sebesar 17,41 ton (SIPSN, 2024). Jika dikalkulasi dalam setahun jumlahnya mencapai ribuan ton yang menjadikan sabang dihadapkan pada tantangan berat dalam menjaga kebersihan lingkungannya.
Gampong Resik: Transformasi Pilah Sampah Jadi Prospek Ekonomi di Sekolah
Menjawab tantangan tersebut, sebuah inisiatif bernama "Gampong Resik" (Ramah lingkungan, Edukatif, Sehat, Indah, Kreatif) diluncurkan sebagai titik awal perubahan. Program ini diinisiasi oleh Edusantara.id dalam rangkaian kegiatan Nusantara Mengabdi Batch 3 di Gampong Aneuk Laot. Sebuah program edukasi kesehatan lingkungan yang menekankan pemilahan sampah sejak usia sekolah dasar. Program ini dilaksanakan di SDN 11 Sabang dengan melibatkan siswa dan guru.
Gampong Resik dirancang tidak hanya sebagai rutinitas sekolah, tetapi juga sebagai sarana pembentukan karakter. Siswa didorong untuk memilah sampah mereka sebelum dibuang, menjadikan pemilahan sebagai agenda harian, pembuatan mural edukatif, hingga pojok resik dengan penanaman dan pengenalan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) untuk memperindah lingkungan sekaligus menambah nilai edukasi. Dengan hal itu, siswa diajak belajar bahwa menjaga lingkungan bisa menyenangkan serta menberikan banyak manfaat.
Selain sebagai bentuk edukasi, inti dari kegiatan pemilihan sampah dalam gampong resik ini terletak pada aspek ekonomi. Setiap hari Jumat, hasil sampah yang telah dipilah oleh siswa kemudian dikumpulkan dan ditimbang tiap kelas. Sampah yang bernilai ekonomi tinggi (seperti plastik, kertas, dan botol) kemudian dijual ke pengepul. Hasil penjualan ini lantas dikelola sebagai uang kas kelas oleh wali kelasnya masing-masing.
Dari sinilah anak-anak belajar bahwa dengan memilah sampah bisa mendatangkan rupiah. Jika 1 kilogram botol plastik dihargai rata-rata Rp4.000,00 dan 1 kilogram kardus dihargai Rp2.000,00, satu kelas yang konsisten memilah bisa mengumpulkan hingga ratusan ribu rupiah setiap bulan. Hal sederhana ini menjadi bukti bahwa pengelolaan sampah yang baik bisa menjadi investasi nyata bagi siswa.
Edukasi sejak dini: Fondasi pengelolaan sampah
Pentingnya edukasi pengelolaan sampah sejak usia dini juga didukung oleh hasil riset. Penelitian di Sorong mengungkap bahwa kesadaran lingkungan anak-anak SD meningkat signifikan jika edukasi disesuaikan dengan kondisi khusus seperti gender dan lokasi sekolah. Fase usia dini sangat menentukan pembentukan kebiasaan hidup bersih dan peduli lingkungan, sekaligus menjadi kunci mengatasi disparitas pengelolaan sampah di daerah terpencil (Ramadany et al., 2023). Sementara itu di Aceh Barat, penelitian serupa menemukan bahwa tingkat pendidikan berhubungan erat dengan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah rumah tangga. Sekolah menjadi pusat pembelajaran lingkungan yang mampu menularkan dampak positif hingga ke keluarga (Musliza et al., 2023). Secara global, pendekatan Critical Ecological Education on Waste Management menekankan intervensi pendidikan yang kritis dan kontekstual, seperti model pencegahan di Eropa, untuk membekali anak dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai sebagai agen perubahan lingkungan (Firdaus, 2025). Program pengelolaan sampah terintegrasi di sekolah, termasuk pengomposan dan kreatifitas daur ulang plastik, terbukti efektif meningkatkan partisipasi dan kreativitas siswa dalam pemilahan sampah (Haniva et al., 2024).