Di cover belakang bagian luar, Ons Untoro, editor Antologi Puisi Risalah Sunyi (Tonggak Pustaka, Yogyakarta, 2025) menuliskan bahwa Risalah Sunyi adalah risalah tentang jejak-jejak dalam menenun diri. Horison diri yang senantiasa berada di depan dan terus-menerus mengundang untuk dijangkau, diselami, dan ditapaki, namun senantiasa tak tergapai dan tak pernah selesai. Risalah Sunyi adalah risalah tentang proses membangun makna diri di tengah keluasan semesta tanpa tepi.
Indro Suprobo bersama Ons, selanjutnya menuliskan bahwa Risalah Sunyi adalah ingatan tentang perhentian dalam perjalanan kehidupan (memorias de peregrinatione), saat subjek menyelam di kedalaman (duc in altum), untuk membaca ulang, menafsir, mengumpulkan dan menemukan apa yang penting dari semua peristiwa, dan memproduksi makna tentang kehadiran diri.
Saat perhentian adalah saat sunyi karena subjek melepaskan diri dari segala riuh kehidupan, membening agar sanggup menemukan kemilau mutiara hidup, menghening agar dapat mendengarkan yang tersembunyi dari antara keriuhan, dan menjumput apa yang paling berharga dalam perjalanan, lalu meneguhkan kehadiran diri dalam meniti pematang di depan.
Sementara, penyair Bambang Widiatmoko memaknai Risalah Sunyi lewat penggalan larik puisinya:
Tentu aku tak mampu mengingat dan mencatat
Awal segala kisah kehidupan bermula
Tapi kehendak Tuhan yang memindahkan dalam akte kelahiran:
Nama kota, tempat, tanggal, bulan, dan tahun kelahiran
Lalu seolah dengan cepat aku mengingatnya
Dan menuliskan dalam lembaran-lembaran kehidupan.
Demikian setiap tahun catatan riwayat itu berulang
Kubuka dan membaca tentang segala kisah suka dukanya
Riwayat yang kadang tersimpan dalam album kenangan...
Antologi Puisi Ulang Tahun
Risalah Sunyi, bukanlah antologi yang dimaksudkan memuat puisi-puisi karya penyair besar. Kehadirannya lebih didasarkan pada keinginan memupuk rasa pertemanan pecinta sastra.
Antologi ini lahir dari rahim ide seorang perempuan, Yuliani Kumusdaswari, yang sejak duduk di bangku kelas dua SMP sudah ikut serta dalam lomba menulis puisi. Saat itu puisi karya jebolan Fakultas Biologi Universitas Pajajaran ini mendapat juara harapan.
Yuliani Kumusdaswari/Foto: dok. Yuliani
Meskipun begitu, kini perempuan kelahiran Bandung, 2 Juli 1971, telah menerbitkan beberapa buku antologi tunggalnya. Di samping satu antologi cerpen Gadis dalam Mural (2023), ada pula antologi puisi 100 Puisi Yuliani Kumusdaswari (2016), Perempuan Bertato Kura-kura (2017), Menyusuri Waktu (2018), Wajah Senja (2019), Kepada Paitua (2020), Kembang Belukar (2021), dan Tunjung Hati (2023). Karya-karya lainnya termuat dalam puluhan antologi bersama, baik puisi maupun cerpen.