Ada yang bilang, kalau mau tahu seberapa guyub sebuah kampung, lihat saja bagaimana pos rondanya. Kalau ramai dengan obrolan, secangkir kopi, dan tikar yang digelar, berarti warganya masih punya ikatan sosial yang kuat. Tapi kalau pos ronda lebih sering jadi gudang kayu bakar atau sekadar papan nama berdebu, ya bisa ditebak: warganya sudah sibuk dengan urusan masing-masing.
Zaman memang berubah. Kini, banyak lingkungan hanya mengandalkan satu-dua satpam untuk menjaga keamanan. Warga cukup "patungan" tiap bulan. Praktis, efisien, dan... agak dingin. Dulu, siskamling bukan hanya soal keamanan, tapi juga ruang sosial. Pos ronda jadi tempat nongkrong, ngobrol ngalor-ngidul, bahkan kadang jadi ruang darurat konseling cinta bagi remaja kampung yang galau.
Ronda: Antara Ngantuk dan Guyub
Saya masih ingat cerita masa kecil: bapak saya sering kebagian jatah ronda. Tidak jarang beliau berangkat dengan wajah setengah mengantuk, sambil membawa sarung tebal untuk melawan dinginnya malam. "Kalau tidak ikut, nanti kena denda," begitu katanya.
Lucunya, saat sampai pos ronda, rasa kantuk biasanya hilang karena suasananya hidup. Ada yang sibuk main catur, ada yang asyik cerita soal harga gabah, bahkan ada yang membawa gitar untuk sekadar mengisi waktu. Kadang, ronda malam itu lebih mirip acara nongkrong berjamaah ketimbang tugas keamanan.
Tapi jangan salah, dari obrolan-obrolan itu tumbuh rasa kebersamaan. Ada istilah Jawa: guyub rukun agawe santosa. Orang jadi kenal tetangganya, tahu kabar satu sama lain, dan saling menjaga. Kalau ada maling masuk kampung, misalnya, warga sudah saling kompak membunyikan kentongan. Alarm tradisional itu dulu lebih efektif daripada aplikasi panic button di smartphone sekarang.
Cerita Lucu dan Menegangkan
Siapa yang pernah ronda pasti punya cerita. Misalnya, cerita lucu teman saya yang saking ngantuknya malah salah masuk rumah tetangga setelah ronda. Atau kisah bapak-bapak yang patroli keliling, lalu terkaget-kaget karena mengira bayangan jemuran sarung adalah hantu pocong.
Ada pula kisah menegangkan: maling ayam yang sempat tertangkap basah, lalu diarak keliling kampung sambil ditabuh kentongan. Momen-momen semacam itu mungkin terdengar keras bagi telinga kita sekarang, tapi dulu menjadi simbol bahwa kampung punya kekuatan menjaga dirinya sendiri.
Dan tentu saja, ada kehangatan. Banyak pemuda-pemudi kampung yang pertama kali kenalan serius justru di pos ronda. Dari sekadar ngobrol ringan sampai akhirnya berjodoh. Pos ronda jadi saksi banyak kisah cinta sederhana.