Hari itu, tanggal 6 Oktober 1888, udara di Penjara Batavia terasa sangat tegang. Suasana mencekam menyelimuti setiap sudut penjara ditambah lagi udara begitu pengap dan panas.
Tahanan-tahanan yang dipenjara tersebut karena berbagai tuduhan, dari pencurian hingga pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda.
Pada malam harinya, suasana mencekam belum berhenti. Mereka merasakan bahwa ada sesuatu yang akan terjadi pada malam ini. Saat Maghrib itu ada suara tembakan dari sel bawah tanah, menambah suasana semakin tegang.
Di dalam selnya, beberapa tahanan muda mengobrol tentang kekejaman penjajah Belanda dan bagaimana mereka telah menganiaya rakyat Indonesia.
"Tidak bisa lagi kita diam," kata salah satu anak muda dengan suara yang penuh semangat. "Kita harus melawan."
Tiba-tiba, terdengar suara pintu penjara dibuka. Seorang sipir penjara masuk dengan wajah yang keras. Ia membawa senjata dan diikuti oleh beberapa tentara Belanda.
"Siapa di antara kalian yang berani melawan?" tanya sipir penjara dengan suara yang mengancam.
Para pemuda itu saling menatap satu sama lain. Mereka tahu bahwa ini adalah saatnya untuk melawan. Dengan semangat yang membara, mereka berdiri dan menyatakan bahwa mereka siap melawan.
Sipir penjara dan tentara Belanda terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa tahanan-tahanan akan melawan. Namun, mereka segera mengambil tindakan. Mereka menyerang para pemuda itu dengan senjata.
Pertarungan sengit terjadi di dalam penjara. Para pemuda heroik itu melawan dengan gigih, tetapi mereka kewalahan oleh kekuatan tentara Belanda. Apalagi serdadu-serdadu kompeni itu bersenjata.