Lihat ke Halaman Asli

Menghapus Diskriminasi ABK

Diperbarui: 1 Agustus 2025   07:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hanif Al Haidar, Iyan Sofyan

(Mahasiswa PPKn dan Dosen PG PAUD)

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang membutuhkan pendekatan belajar lebih karena memiliki kondisi fisik, mental, atau emosional yang unik. Di Indonesia mengutip data Kemendikbudristek 2025 hanya sekitar 12,26% ABK yang berkesempatan menempuh pendidikan formal di SLB atau sekolah umum yang menerima siswa berkebutuhan khusus (kompasiana.com, 2025). Artinya, hampir 88% ABK lainnya belum mengenyam sekolah secara layak. Bagi mereka yang belajar di sekolah reguler, persoalannya tidak berhenti di situ karena banyak yang masih menghadapi kendala seperti minimnya guru pendamping, fasilitas yang kurang mendukung, serta pandangan yang salah dari lingkungan sekolah terhadap kemampuan mereka.

Salah satu masalah utama yang dihadapi ABK di sekolah reguler adalah kurangnya pemahaman dan kesiapan lingkungan sekolah dalam menerima mereka. Banyak sekolah belum memiliki guru pendamping khusus, fasilitas yang mendukung, atau kurikulum yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan ABK. Sumber dari permasalahan ini bukan hanya soal sarana, tapi juga cara pandang sebagian masyarakat yang masih menganggap ABK sebagai "beban" di kelas. Menurut penulis, masalah ini muncul karena belum meratanya kesadaran akan pentingnya pendidikan yang terbuka bagi semua anak, yaitu sistem pendidikan yang menerima semua anak tanpa terkecuali. Solusinya adalah sekolah perlu diberikan pelatihan khusus untuk guru-gurunya, memperbaiki fasilitas belajar, dan membangun sikap terbuka sejak dini agar semua anak bisa belajar bersama, tanpa ada yang merasa dikucilkan.

Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kompetensi guru dan tenaga kependidikan melalui pelatihan tentang cara mengajar yang bisa menerima perbedaan siswa. Dengan pelatihan ini, guru akan lebih memahami karakteristik ABK serta mampu menyusun metode pembelajaran yang sesuai. Pendekatan yang tepat dari guru sangat penting agar ABK dapat mengikuti proses belajar secara optimal tanpa merasa terpinggirkan. Selain itu, sekolah juga perlu menyediakan fasilitas pendukung bagi ABK, seperti jalur kursi roda, ruang belajar yang kondusif, dan alat bantu pembelajaran. Fasilitas yang memadai akan menciptakan lingkungan belajar yang lebih ramah dan terbuka bagi semua siswa.

Upaya lainnya adalah membangun kesadaran seluruh warga sekolah terhadap pentingnya menerima keberagaman. Edukasi tentang hak-hak ABK bisa dilakukan melalui diskusi kelas, poster, atau kegiatan bersama yang melibatkan seluruh siswa. Peran orang tua juga sangat penting dalam mendukung pendidikan ABK di sekolah reguler. Komunikasi yang baik antara guru dan orang tua dapat membantu menyesuaikan kebutuhan anak di sekolah. Selain itu, keterlibatan orang tua juga memperkuat kerja sama dalam menciptakan lingkungan belajar yang ramah dan terbuka bagi semua siswa.

Permasalahan diskriminasi terhadap ABK di sekolah reguler menunjukkan bahwa sistem pendidikan kita masih belum sepenuhnya terbuka dan adil untuk semua anak. Minimnya pemahaman, keterbatasan fasilitas, serta kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar menjadi faktor utama yang menghambat partisipasi ABK dalam pendidikan. Oleh karena itu, penerapan solusi seperti peningkatan kompetensi guru, penyediaan fasilitas pendukung, edukasi warga sekolah, dan keterlibatan orang tua menjadi langkah penting yang perlu diupayakan secara nyata. Sudah saatnya semua pihak dalam dunia pendidikan bergerak bersama untuk menciptakan lingkungan belajar yang ramah, setara, dan terbuka bagi siapa pun, termasuk anak berkebutuhan khusus.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline