Lihat ke Halaman Asli

Belas Kasihan Tanpa Pendidikan : Jalan Sunyi Menuju Ketergantungan Mental Pengemis (Perspektif Filsafat Pendidikan Klasik)

Diperbarui: 11 Oktober 2025   17:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber: Pribadi, 2025. Ilustrasi Tuna Sosial mengajak Anak)

Fenomena Sosial di Lapangan

Beberapa pekan terakhir, publik Mataram digemparkan oleh munculnya pengemis perempuan yang membawa bayi tertidur di pangkuannya. Dugaan bahwa bayi-bayi tersebut diberikan obat tidur agar tidak rewel menjadi perbincangan hangat di media sosial.

Dinas Sosial Kota Mataram segera menertibkan para pengemis tersebut dan berencana memberikan pembinaan. Namun di balik langkah administratif itu, tersimpan persoalan sosial yang lebih dalam tumbuhnya mentalitas ketergantungan dan hilangnya martabat manusia.

Para sosiolog menyebut kondisi ini sebagai "tuna sosial", yakni situasi ketika seseorang tidak mampu berfungsi secara sosial dan bergantung sepenuhnya pada belas kasihan masyarakat.

Pandangan Plato: Keadilan Sosial dan Pendidikan yang Rusak

Filsuf Yunani kuno Plato (427--347 SM) dalam The Republic menulis:

"Keadilan adalah ketika setiap orang melaksanakan perannya dengan selaras."

Bagi Plato, pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tetapi alat untuk menciptakan keteraturan sosial dan keadilan. Ketika negara gagal mendidik rakyat agar berperan sesuai kapasitasnya, maka akan lahir kelas yang kehilangan arah dan fungsi sosial seperti fenomena tuna sosial hari ini.

Plato menilai bahwa kemiskinan ekstrem dan ketergantungan adalah indikasi cacat moral sistem pendidikan negara. Negara, katanya, harus mendidik setiap warga menjadi bagian dari polis yang bermartabat, bukan individu yang hidup dari belas kasihan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline