Lihat ke Halaman Asli

Frans Leonardi

TERVERIFIKASI

Freelace Writer

Dear Pak Prabowo, Bersikap Tegaslah! RUU TNI Obok-obok Keutuhan Negara!

Diperbarui: 19 Maret 2025   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rapat Kerja Komisi I DPR RI dan Pemerintah terkait persetujuan membawa RUU TNI ke rapat paripurna, Selasa (18/3/2025).(KOMPAS.com/Tria Sutrisna)

Kamu tentu masih ingat bagaimana reformasi 1998 melahirkan tatanan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Salah satu pencapaiannya adalah memisahkan militer dari politik praktis dan menegaskan supremasi sipil atas militer. Namun, kini, semangat reformasi itu sedang diuji kembali dengan keberadaan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang tengah bergulir di DPR.

RUU ini menuai banyak kritik, terutama karena beberapa pasalnya berpotensi merusak keseimbangan kekuasaan sipil-militer dan membuka ruang bagi keterlibatan militer dalam ranah sipil. Kondisi ini membuat banyak pihak khawatir bahwa kita sedang melangkah mundur ke masa lalu, di mana militer tidak hanya berperan dalam pertahanan negara tetapi juga dalam pemerintahan dan kehidupan sosial-politik masyarakat.

Di tengah polemik ini, peran Pak Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan sekaligus presiden terpilih menjadi sangat krusial. Sebagai mantan perwira tinggi yang memahami dinamika militer sekaligus sebagai politisi yang akan segera memimpin bangsa ini, sikap tegas beliau dalam menyikapi RUU ini akan menjadi penentu arah ke mana Indonesia akan melangkah ke depan.

RUU TNI Kemunduran atau Kemajuan?

Salah satu poin utama yang menjadi sorotan dalam RUU TNI adalah perluasan kewenangan militer dalam jabatan sipil. Dalam aturan yang ada saat ini, prajurit TNI aktif hanya bisa menduduki beberapa posisi tertentu di pemerintahan. Namun, dalam draf revisi yang baru, cakupan posisi ini diperluas secara signifikan, memungkinkan perwira aktif untuk mengisi lebih banyak jabatan di kementerian, lembaga negara, bahkan hingga ke tingkat daerah.

Pendukung RUU ini berargumen bahwa kebijakan ini akan memanfaatkan sumber daya manusia TNI yang disiplin, terlatih, dan memiliki wawasan kebangsaan yang kuat. Namun, pertanyaan mendasar yang muncul adalah, apakah kebijakan ini benar-benar diperlukan? Apakah tidak ada sumber daya dari kalangan sipil yang lebih kompeten untuk mengisi posisi-posisi tersebut?

Sejarah mencatat bahwa keterlibatan militer dalam pemerintahan sering kali berujung pada pengikisan demokrasi dan penyempitan ruang sipil. Banyak negara di dunia yang berupaya membatasi peran militer dalam pemerintahan karena mereka menyadari bahwa supremasi sipil adalah pilar utama demokrasi yang sehat.

Jika RUU ini disahkan tanpa pengawasan yang ketat, Indonesia bisa kembali ke pola pemerintahan ala Orde Baru, di mana militer tidak hanya mengendalikan pertahanan negara tetapi juga memiliki pengaruh besar dalam kebijakan politik, ekonomi, dan sosial. Padahal, reformasi 1998 telah dengan jelas menegaskan bahwa militer harus kembali ke barak dan fokus pada tugas utamanya: menjaga kedaulatan dan keamanan negara.

Implikasi RUU TNI terhadap Keutuhan Negara

Keberadaan militer dalam pemerintahan sipil tidak hanya berdampak pada struktur kekuasaan, tetapi juga berpotensi mengganggu keseimbangan sosial-politik di masyarakat. Salah satu dampak paling nyata adalah meningkatnya potensi konflik kepentingan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline