Cukup terkejut dengan pemberitaan daging hiu menjadi menu program Makan Bergizi Gratis (MBG) di salah satu daerah. Sajian daging hiu disebut-sebut muncul atas dasar memanfaatkan kearifan lokal di daerah yang bersangkutan. Namun, daging hiu diduga menyebabkan siswa-siswa di suatu sekolah mengalami keracunan.
Kita merenungkan pemberian daging hiu untuk makan bergizi anak terdengar tidak lazim. Kita bicara konteks makan bergizi anak, sajian jenis ikan seyogianya mengutamakan manfaat kesehatan yang jelas berdasarkan bukti ilmiah dan aman dikonsumsi anak. Jenis ikan yang digunakan haruslah sesuai rekomendasi dari otoritas kesehatan.
Di sisi lain, rupanya ada cerita bahwa daging hiu biasa dikonsumsi di beberapa daerah terutama masyarakat yang tinggal di pesisir. Sejumlah warganet di media sosial ada yang mengaku aman-aman saja konsumsi daging hiu. Olahan daging hiu bervariasi, mulai dibakar, di fillet hingga dibuat kari atau gulai.
Bagi warganet yang di daerahnya konsumsi daging hiu berkomentar, 'Daging hiu aman kok, mungkin cara pengolahannya aja yang salah; jenis hiu itu ada yang bisa dimakan, ada yang enggak bisa dimakan; pernah makan sambal balado ikan hiu, aman aja, dagingnya lebih enak dari tuna."
Komentar warganet lainnya, 'Yang normal-normal aja sih ikannya. Kan ada ikan teri, cakalang, tuna; daging hiu justru berbahaya karena mengandung merkuri; ya emang katanya hiu ada yang bisa dimakan, tapi kan bukan sesuatu yang biasa dicari buat dimakan.' Pertanyaan publik yang ramai, 'Kenapa kok kepikiran pilih daging hiu?'
Menyimak keriuhan soal daging hiu, Pemerintah sebaiknya meluruskan, setiap daerah boleh saja memanfaatkan kearifan lokal ikan yang tersedia. Akan tetapi, pemilihan jenis ikan untuk makan bergizi anak mesti dipertimbangkan matang, apakah sesuai dengan manfaat kesehatan dan masuk ke dalam jenis ikan yang biasa direkomendasikan di bidang kesehatan.
Sederhananya, ketika masyarakat suatu daerah punya kebiasaan makan daging hiu, bukan berarti otomatis daging hiu 'diketok' jadi ide sajian makan bergizi anak.
Sebab, tidak lazim direkomendasikan dan dijual secara umum di pasar. Meski daging hiu dikatakan mengandung protein dan omega-3 yang menyehatkan, risiko kesehatan mengonsumsinya dapat berbahaya.
Antara kebutuhan protein hewani dan spesies terancam punah
Konsumsi daging hiu di beberapa daerah di Indonesia benar adanya. Studi berjudul "A Study of Shark and Ray Non-Fin Commodities in Indonesia" yang dipublikasikan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pada 2024 memaparkan, perdagangan dan permintaan terhadap komoditas hiu dan pari non-sirip. Salah satunya, membahas konsumsi daging hiu oleh masyarakat lokal.
Merujuk studi tersebut, daging hiu dilaporkan menjadi sumber protein hewani yang mudah diperoleh dan murah meriah bagi masyarakat pesisir yang melakukan penangkapan hiu. Bahkan lebih murah dibanding sumber daging dan seafood lainnya.