Lihat ke Halaman Asli

Kala Alam dan Adat Menyatu: Seren Taun, Tradisi Panen Raya yang Terus Hidup

Diperbarui: 18 Juni 2025   20:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Upacara Adat Seren Taun | Indonesia Plus tvOne (Sumber: Youtube TvOne))

Di tengah arus modernisasi dan perubahan zaman yang kian cepat, masyarakat Sunda tetap teguh menjaga warisan leluhur mereka. Salah satu tradisi sakral yang masih lestari hingga kini adalah Seren Taun yang merupakan upacara adat sebagai wujud syukur atas hasil panen dan simbol harmonisasi antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

Seren Taun berasal dari kata “seren” yang berarti menyerahkan, dan “taun” yang berarti tahun. Secara harfiah, Seren Taun bermakna penyerahan tahun yang lama kepada tahun yang baru, khususnya dalam siklus pertanian. Upacara ini tidak sekadar seremonial, tetapi juga menjadi peristiwa spiritual dan sosial yang memperkuat rasa kebersamaan masyarakat adat.

Salah satu penyelenggaraan Seren Taun yang paling dikenal berada di Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Tempo.co) . Setiap tahun, warga dari berbagai daerah berkumpul untuk menyaksikan rangkaian acara yang berlangsung selama beberapa hari. Diiringi bunyi gamelan, tabuhan kendang, dan kidung tradisional, prosesi Seren Taun dimulai dengan arak-arakan padi yang disimpan dalam lumbung adat atau leuit, simbol kesejahteraan dan harapan.

Tak hanya ritual adat, Seren Taun juga diramaikan dengan pementasan seni tradisional seperti wayang golek, jaipongan, pencak silat, hingga pertunjukan musik bambu (angklung). Di sinilah terlihat bagaimana budaya bukan hanya diwariskan, tetapi juga dirayakan dan diperkuat melalui ekspresi seni dan kolektifitas sosial.

Di balik kemeriahannya, Seren Taun mengandung pesan yang dalam. Masyarakat adat Sunda yang masih menjalankan tradisi ini meyakini bahwa alam adalah ibu kehidupan yang harus dijaga. Mereka menerapkan prinsip ngindung ka waktu, ngabapa ka zaman menghormati waktu, serta bijak mengikuti perubahan. Maka, bercocok tanam dilakukan dengan kearifan lokal, tanpa merusak keseimbangan alam.

Dalam konteks kekinian, Seren Taun menjadi pengingat bahwa kemajuan tidak harus menanggalkan akar budaya. Justru dengan menjaga tradisi, masyarakat bisa membangun identitas yang kuat dan berdaya tahan menghadapi perubahan zaman.

Seren Taun bukan sekadar upacara panen. Ia adalah pantulan jati diri, tempat alam dan adat menyatu dalam harmoni yang memuliakan kehidupan. Dan selama masyarakat Sunda masih percaya pada nilai-nilai itu, Seren Taun akan terus hidup dan menyala sebagai nyala budaya yang tak pernah padam.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline