Petani Tak Bisa Lepas dari Pupuk dan Pestisida
Indonesia sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya memiliki bidang usaha atau bekerja di sektor pertanian seperti padi, kelapa sawit, sayur-sayuran, buah-buahan, hingga teh dan kopi. Lahan pertanian tersebut tentunya diharapkan dapat tumbuh subur dan berhasil panen dengan baik, lahan yang tumbuh subur tentunya didukung oleh adanya unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman serta adanya pengendalian hama penyakit yang baik. Masalah muncul ketika unsur hara penting seperti nitrogen, fosfor, dan kalium hilang akibat erosi atau pencucian oleh air hujan. Unsur ini larut hingga ke lapisan bawah tanah, membuat tanaman kekurangan nutrisi. Maka, pupuk hadir sebagai penyelamat. Menurut Hervina dkk. (2024) pupuk kimia mengandung nitrogen (N), fosfor (P2O5), dan kalium (K2O) yang siap mengganti kehilangan unsur hara tersebut. Secara kimia, nitrogen tersedia dalam bentuk nitrat (NO) atau amonium (NH) yang larut dalam air dan mudah diserap akar. Fosfor bisa bereaksi dengan ion Ca atau Fe, sehingga ketersediaannya sangat tergantung pada pH tanah.
Sementara itu, menurut Laoli dan Malo (2025) pestisida dapat digunakan untuk menanggulangi hama penyakit pada tanaman karena umumnya dibuat dari senyawa yang mengandung senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin yang berfungsi sebagai pembunuh serangga (insektisida), pembasmi jamur (fungisida), dan mengendalikan tanaman yang disebabkan oleh bakteri (bakterisida) . Namun, dibalik manfaat pupuk dan pestisida bagi tanah dan tanaman yang membantu para petani ternyata menyimpan risiko yang cukup serius bagi kesehatan atau keberlanjutan lingkungan.
Rahasia Kimia di Balik Pupuk
Bagi petani, pupuk adalah 'vitamin' tanah tapi vitamin yang berlebih justru bisa jadi racun. Pupuk merupakan bahan yang dibuat dari senyawa kimia yang di dalamnya terkandung unsur hara yang baik seperti nitrogen, fosfor dan kalium untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu fungsi dari pupuk itu sendiri sebagai suplai unsur hara bagi tanah yang kekurangan unsur hara pada media tanam. Menurut Nasrullah dkk. (2023) bahwa kandungan kimianya mampu memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah seperti kemampuan tanah menyerap air, permeabilitas tanah, struktur tanah, dan kemampuan menahan air pada tanah sehingga menahan laju evaporasi. Walaupun penambahan pupuk ke dalam tanah hanya memperbaiki kesuburan tanah dalam jumlah yang kecil tetapi memiliki sifat yang berkelanjutan, tidak heran jika petani modern makin mengandalkannya.
Pestisida tidak kalah penting bagi petani. Pestisida merupakan bahan yang dibuat dari senyawa kimia yang sifatnya beracun dan digunakan para petani untuk pengendalian hama tanaman. Penggunaan pestisida dapat menyebabkan suatu tanaman terbebas dari serangan hama, mengendalikan penyakit tanaman dan gulma yang akan menurunkan produktivitas hasil tanaman. Selain itu pestisida dapat menjaga kualitas panen dengan cara mencegah kerusakan akibat serangga sehingga memperpanjang umum simpan hasil pertanian. Jika pestisida tidak digunakan maka hasil panen dapat mengalami penurunan drastis akibat serangan dari organisme yang mengganggu (Sinambela 2024).
Bahaya yang Tersembunyi di Balik Pupuk dan Pestisida
Pupuk terutama pupuk yang terbuat dari bahan kimia jika digunakan secara tidak bijak akan menimbulkan dampak negatif apabila digunakan berlebihan. Contoh paling nyata Menurut Ladiyana dkk. (2022) adalah menyebabkan tanah menjadi mengeras dan kehilangan kemampuan untuk dapat menyerap dengan baik dikarenakan meningkatnya keasaman tanah. Hal ini terjadi karena pupuk seperti amonium sulfat ((NH4)2SO4) melepaskan ion H ke dalam tanah. Ion H+ berlebih menggantikan kation basa (Ca2+, Mg2+, K+) dari koloid tanah, sehingga tanah menjadi kurang gembur dan lebih keras, sirkulasi udara dan air menjadi berkurang yang berakibat tanah menjadi tidak subur. Tidak hanya itu, pupuk juga dapat menyebabkan pencemaran air. Unsur hara seperti nitrogen dan fosfor yang terkandung di dalam pupuk mudah larut dalam air. Ketika jumlahnya berlebihan, unsur hara yang tidak terserap tanaman bisa tercuci bersama air hujan. Nitrat (NO3-) yang sangat larut dalam air, misalnya, bisa mengalir ke perairan dan memicu pertumbuhan berlebih mikroorganisme atau alga (eutrofikasi) yang mengganggu keseimbangan ekosistem yaitu saat air dipenuhi alga yang kemudian menurunkan kadar oksigen terlarut sehingga ikan dan biota lain terancam mati. Pestisida pun tidak kalah berisiko. Sekitar 80% semprotan pestisida justru jatuh ke tanah dan air, bukan ke tanaman. Residu ini mencemari ekosistem, meracuni biota, bahkan mempercepat resistensi hama. Ini juga berdampak pada air di persawahan, sisa dari penyemprotan pestisida bisa jatuh ke aliran sungai dan terbawa oleh air yang dapat menyebabkan biota di sekitarnya keracunan hingga menyebabkan kematian pada biota di sekitarnya (Sinambela 2024).
Dampak Jangka Panjang
Tidak hanya berpengaruh terhadap lingkungan namun juga berpengaruh terhadap kesehatan manusia itu sendiri. Menurut Dhaifullah dkk. (2024) bahwa konsentrasi pupuk kimia yang mengandung nitrogen yang tinggi jika masuk ke dalam tanah secara terus menerus dapat mengancam keberadaan air bersih, nitrogen yang berlebih dapat diserap oleh tumbuhan atau hewan dan apabila manusia mengonsumsinya maka dapat menimbulkan keracunan hingga penyakit kronis seperti kerusakan DNA dan kanker. Penggunaan pestisida yang berlebih dan terserap oleh tanaman hingga akhirnya dikonsumsi oleh manusia dan hewan juga dapat menyebabkan kerusakan saraf, gangguan hormon, hingga kanker. Ketergantungan petani pada pupuk dan pestisida membuat tanah kehilangan daya pulih alami. Tanaman menjadi kurang tahan tanpa tambahan bahan kimia, sehingga siklus penggunaan terus berulang. Hama yang kebal menuntut dosis lebih tinggi, sehingga biaya operasional naik dan keuntungan petani turun hingga penurunan produktivitas.
Apa yang Harus Diubah?