Lihat ke Halaman Asli

Gender dan Kemiskinan, Paradoks di Indonesia dan Timor Leste

Diperbarui: 10 Agustus 2018   20:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.lmnd.or.id

Introduksi

Dilanjutkannya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goal (SDGs) oleh Indonesia, membuat negara ini harus secara integratif memperkuat inisiatif pembangunan yang salah satunya adalah penguatan kesetaraan gender. 

Beberapa tahun silam, Indonesia termasuk dalam kelompok negara penanda tangan MDGs, Tujuan Pembangunan Millenium, kembali salah satu tujuannya adalah kesetaraan gender. 

Lebih jauh lagi, MDGs telah selesai pada tahun 2015, dengan capaian target yang telah dicapai, target yang menunjukkan kemajuan signifikan, dan target yang masih memerlukan upaya keras pencapaiannya (hmpd.fk.ub.ac.id/mdgs-to-sdgs). 

Disoroti bahwa target 1 mengenai penanggulangan kemiskinan dan kelaparan bagi Indonesia sendiri telah berhasil dengan indikator turunnya masyarakat berpenghasilan dibawah 1 dollar US per hari, penurunan garis kemiskinan masyarakat, serta turunnya tingkat malnutrisi pada anak-anak. 

Sama halnya dengan target 3 mengenai kesetaraan gender, diperlihatkan capaian peningkatan rasio angka partisipasi murni perempuan terhadap laki-laki di SD hingga SMP meningkat sama halnya dengan rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki.

Sementara itu, ratifikasi konvensi PBB tahun 1979 tentang penghapusan segala jenis diskriminasi terhadap perempuan telah dilakukan oleh pemerintah Timor Leste pada tahun 2002 dalam konstitusi Republik Demokratik Timor Leste pada bagian II hak, kewajiban, dan kebebasan asasi pada pasal 17 yang berbunyi "Perempuan dan Laki-laki memiliki hak dan  kewajiban yang sama dalam bidang kehidupan keluarga, budaya, sosial, ekonomi, dan politik" (Lourenco Gusmao, Budaya dan Gender di Timor Leste). Di sisi lain, salah satu indikator capaian pembangunan yang paling jelas adalah ekonomi. 

Masih teringat pada 2017 menjelang pemilu presiden Timor Leste 20 Maret ketika fokus utama para kandidat adalah berdasarkan kegagalan sebaran kekayaan dari pendapatan minyak dan gas diikuti tingginya angka pengangguran (Metrotvnews, Kesulitan ekonomi meningkat ketika Timor Leste memilih presiden, 21 Maret 2017). 

Walaupun demikian, Timor Leste yang pernah mencapai angka indeks kemiskinan cukup signifikan dengan angka 39,7 persen yang sama artinya dengan dua dari lima orang di Timor Leste tidak mampu memenuhi syarat konsumsi pangan dan non-pangan diikuti dengan pendapatan per orang per bulan rata-rata $ 1.84 (tirto.id, Bagaimana Ekonomi Timor Leste setelah 16 tahun merdeka, 29 Juni 2018) sudah bangkit dengan pesat, terutama karena pengaruh investasi asing yang kencang, terutama ketika kementerian keuangan Timor Leste bergabung dengan Asian Infrastucture Investment Bank yang berbasis di Beijing.

Digambarkan dengan pertukaran pengetahuan dari para teknisi China kepada pegawai negeri Timor Leste serta para teknisi lokal mengenai metode pertanian terbaru, perencanaan perkotaan, pengembangan pariwisata, dan lain sebagainya selain penggelontoran dana sebesar $ 50 juta sebagai pinjaman lunak (The Diplomat). 

Potensi ekspor terbesar dari Timor Leste adalah kopi yang menjadi primadona sejak tahun 2000, serta jika diambil hitungan rata-rata maka pendapatan petani kopi bisa mencapai $ 127 per produksi rumah tangga (UNDP report)..

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline