Lihat ke Halaman Asli

Fadli Firas

Sang Penjelajah

Tjong A Fie Mansion: Sejarah Pengaruh Cina di Kota Medan

Diperbarui: 4 April 2017   18:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Rumah Tjong A Fie di pusat Kota Medan"][/caption]Berkunjung ke Kota Medan biasanya yang menjadi destinasi utama pelancong adalah Istana Maimun, sebuah bangunan bekas tempat tinggal Kerajaan Melayu Deli. Namun ada satu destinasi sejarah lagi di Ibukota Provinsi Sumatera Utara ini, yaitu sebuah rumah bekas peninggalan tokoh terkenal dari etnis Tionghoa, Tjong A Fie.

Sesuai dengan namanya, destinasi sejarah itu dikenal dengan nama Rumah Tjong A Fie atau Tjong A Fie Mansion. Museum ini memang masih terbilang baru, resmi dijadikan objek wisata pada tahun 2009. Lokasinya berada di jantung Kota Medan tepat di pusat bisnis pertokoan yang dikenal dengan daerah Kesawan (Sekarang bernama Jalan Ahmad Yani). Persis di pinggir jalan. Tak jauh dari tempat pemberhentian kereta api, Stasiun Medan.

[caption caption="Berpose dengan latar foto Tjong A Fie semasa muda"]

[/caption]Tjong A Fie adalah seorang pendatang dari Negara Tiongkok. Ia datang ke Indonesia saat usianya masih menginjak 18 tahun. Pria dermawan ini bermaksud untuk menyusul kakaknya yang sudah terlebih dahulu merantau ke Medan. Seiring perjalanan hidup, ia menjadi orang kepercayaan pemerintahan Hindia Belanda, kekuasaan yang berpengaruh saat itu. Sebuah amanah diberikan kepadanya untuk mengelola perkebunan. Dari sinilah kesuksesan hidup perlahan mulai diraihnya. Ia menjadi seorang pengusaha, bankir dan kapitan sukses yang membangun bisnis besar dalam bidang perkebunan di Sumatera.

Pria dermawan yang lahir di Provinsi Guandong, Tiongkok ini sempat diangkat menjadi Mayor (setara Walikota) etnis Tionghoa Kota Medan pada masa itu. Ia beristrikan seorang wanita Tionghoa peranakan asal Penang, Malaysia, dan dikaruniai 7 orang anak. Cucu dari anak ketiganya saat ini yang mengelola dan menempati rumah bersejarah tersebut.

Jiwa sosialnya sangat tinggi. Ia dekat dengan semua kalangan. Salah satu bentuk kedekatannya adalah turut berkontribusi menyumbangkan sebesar 30 persen bagi pembangunan Masjid Raya Medan. Ilmu pengetahuannya sangat luas. Hal ini didorong oleh hobinya yang sangat gemar membaca. Tumpukan buku-buku senantiasa penuh di salah satu sudut kamarnya.

[caption caption="Aneka tanaman hias di dalam rumah"]

[/caption]Museum Rumah Tjong A Fie benar-benar dikelola dengan serius. Pada awalnya saya sedikit kaget dengan dikenakan biaya tiket masuk sebesar Rp. 35 ribu. Sementara pengalaman memasuki museum-museum di tempat lain seperti Rumah Kelahiran Bung Hatta di Bukittinggi, Istana Maimun di Medan, Museum Pusaka Nias di Gunungsitoli, dll, selalu gratis. Kalau pun berbayar, harga tiket masuknya tidak lebih dari Rp 5.000,-

Namun, begitu keluar dari Museum Tjong A Fie tiba-tiba saja uang tiket masuk tersebut seperti tak berharga. Bagaimana tidak, sepanjang menelusuri sudut-sudut rumah bersejarah tersebut, otak saya diisi dengan wawasan baru oleh seorang pemandu yang bertugas menemani sekaligus menceritakan sejarah hidup Tjong A Fie. Puas rasanya. Mendengar penuturan sejarah, terasa seakan masuk ke dalam dimensi masa lalu.

Ya, konsep ini sangat berbeda dengan museum-museum lainnya. Biasanya saat berkunjung ke sebuah museum, pengunjung dibiarkan berusaha sendiri untuk mencari tahu tentang sejarahnya melalui tulisan-tulisan yang dipajang. Bahkan secara tak langsung menyuruh pelancong untuk menebak sendiri kisah sejarah dengan melihat-lihat properti yang ada.

[caption caption="Suasana di lantai dua"]

[/caption]

[caption caption="Ruang santai keluarga"]

[/caption]

[caption caption="Dokumentasi foto bukti sejarah perjalanan hidup Tjong A Fie"]

[/caption]Kami dipandu oleh seorang wanita muda berparas oriental menelusuri tiap sudut Tjong A Fie Mansion. Di lantai satu, terdapat beberapa ruangan yang sepertinya dijadikan tempat tinggal keluarga hingga saat ini. Tampak aneka tanamanan hias dalam pot yang diletakkan di tengah-tengah bangunan. Pada bagian ini sengaja dibiarkan sedikit terbuka agar sinar matahari masuk. Pada sudut belakang ruangan difungsikan sebagai dapur dengan peralatan masak tradisional.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline