Lihat ke Halaman Asli

Esteen

Mahasiswa S1 Pendidikan Sosiologi Antropologi/UNS

Perlukah Kurikulum Sekolah Penggerak Diterapkan di Indonesia?

Diperbarui: 12 Juni 2022   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kurikulum di Indonesia sudah sering kali mengalami pergantian dan perombakan dengan berbagai alasan yang melatarbelakangi. Salah satu alasan dari pergatian kurikulum itu sendiri adalah menyesuaikan dengan perubahan zaman, akan tetapi realitanya di lapangan apakah seperti itu? Belum tentu hal tersebut sepenuhnya benar, ada juga hal lainnya yang melatarbelakangi perubahan kurikulum seperti unsur politik.

Bagi para pengamat politik yang juga berkecimpung di dunia pendidikan mereka akan sadar bahwa setiap ada pergantian menteri pendidikan maka akan ada pergantian kurikulum. Apakah kurikulum sebelumnya harus benar-benar diganti dengan kurikulum baru karena sudah tidak sesuai atau ada alasan lain dari pergantian kurikulum tersebut. 

Setiap pergantian pemimpin atau menteri pendidikan masyarakat khususnya mereka yang berada dalam dunia pendidikan selalu bertanya-tanya "akankah kurikulum akan diganti lagi?" 

Kurikulum sendiri merupakan suatu sistem yang terencana yang berkenaan dengan bahan pembelajaran serta menjadi pedoman dalam aktivitas belajar mengajar. Kurikulum sebagai pedoman memiliki artian yang mana kurikulum tersebut harus ditaati oleh mereka yang terlibat di dalamnya baik itu sekolah, guru,maupun siswa.

Saat ini di Indonesia menerapkan kurikulum sekolah penggerak yang mana tujuannya untuk menciptakan profil pemuda Pancasila, mengembangkan hasil belajar siswa baik itu secara kognitif (numerik dan literasi) serta pengembangan non-kognitif (karekter) yang diawali dengan SDM kepala sekolah dan guru yang unggul di sekolah penggerak yang nantinya akan mendorong sekolah-sekolah yang lainnya agar menjadi sekolah penggerak. 

Hal ini tentunya merupakan cita-cita yang sangat baik dan mulia yang dicanangkan oleh bapak menteri pendidikan agar pendidikan di Indonesia ke depannya semakin maju.

Akan tetapi apakah hal tersebut realistis dalam penerapannya ketika berada di lapangan? Saya sempat mewawancarai beberapa guru di beberapa sekolah penggerak  mengenai program merdeka belajar atau sekolah penggerak ini.  

Mereka berpendapat bahwa program dari sekolah penggerak ini cukup bagus seperti adanya penyederhanaan RPP dengan adanya program RPP satu lembar, penghapusan ujian nasional dan diganti dengan Asesmen Nasional. Adanya pendamping dan pelatihan menjadi kader penggerak yang dilakukan oleh kementerian pendidikan secara terjadwal, adanya intensif tambahan guna menunjang pembelajaran di sekolah penggerak tersebut.

Para guru cukup terbantu dengan adanya kebijakan RPP 1 lembar ini karena memudahkan mereka dalam menulis RPP pembelajaran, akan tetapi RPP tersebut juga tidak terlalu berpengaruh dalam proses pembelajaran menurut mereka banyak atau sedikitnya RPP itu sama saja karena dalam pembelajaran, karena pada daarnya RPP hanyalah rencana pembelajaran bukan praktek pembelajarannya. 

Sehingga praktek KBM di dalam kelas tidaklah sesederhana seperti yang ditulis di dalam RPP tersebut. RPP satu lembar ini pada dasarnya tidak benar-benar satu lembar karena masih ada beberapa lembaran tambahan berupa lampiran-lampiran untuk melengkapi RPP tersebut.

Penggantian Ujian Nasional menjadi Asesmen Nasional. Kebijakan ini juga mengundang pro dan kontra di masyarakat. Sebulumnya Ujian Nasional diadakan pada tingkat terakhir siswa dalam menempuh jenjang pendidikan, Ujian Nasional ini lazimnya dialaksanakan 3 hari pada jenjang SD dan 4 hari pada jenjang SMP dan SMA/SMK. Ujian Nasional ini juga menjadi dasar lulus atau tidaknya siswa pada jenjang pendidikan tersebut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline