Lihat ke Halaman Asli

Endang Noor Rachmat

Alumni Ma'hadiyah 1980-1990

80 Tahun Perjalanan Drs KH Saeful Azhar dalam Membangun Al-Basyariyah

Diperbarui: 7 September 2020   21:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana belajar tahun 1990/koleksi pribadi

Tempat & Tanggal Kelahiran

Saeful Azhar dilahirkan pada tanggal 13 Muharam 1362 H. yang bertepatan dengan tanggal 20 Januari 1943 M, di Jalan Cibaduyut Kota Bandung dari pasangan KH. Idjazi bin H. Basyari dan Hj. Nafisah sebagai keturunan Eyang Dalem Abdul Manaf Mahmud. Setelah memiliki anak dan santri, Saeful Azhar memiliki panggilan familiar, "Buya" yang diambil dari Bahasa Arab, yang artinya bapakku.

Buya kecil sudah menyandang "anak yatim" karena sejak usia 4 tahun ia ditinggal wafat ayah tercintanya, dan harus rela hidup bersama ayah sambungnya, H. Sudja'i yang menikahi ibunya, Hj. Nafisah. 

Masa Pendidikan

Seperti pada umumnya anak-anak, pada usia 7 tahun Buya kecil masuk SR Rahayu di Cigondewah, lalu pindah ke SR Lumbung mengikuti kepindahan orangtuanya ke tempat itu. Tahun 1956 Buya melanjutkan sekolahnya ke SMP Muslimin di Jalan Ciateul.

Seusai dari SMP, Buya remaja berbeda dengan remaja pada umumnya, walaupun menyandang sebagai anak yatim dan memiliki keterbatasan finansial, ia memiliki ambisi dan cita-cita menjadi seorang kyai seperti ayah dan kakek-kakeknya, dan keinginannya ini ia utarakan kepada ibunya.

Walaupun ekonominya sangat terbatas, keinginan Buya kecil direspon positif oleh sang ibu. Pada tahun 1959, Buya mendaftarkan diri untuk mesantren dan diterima menjadi muridnya KH. Muhammad Sudja'i di Pesantren Al-Jawami Sindangsari Cileunyi.

Selang setahun, ketika Buya mendengar informasi tentang Pondok Modern Gontor yang berada di Jawa Timur, hatinya sangat berhasrat ingin belajar di dalamnya. Berbekal nekat, maka pada tahun 1960 ia pun berangkat menuju Gontor. Namun sayang waktu keberangkatannya tidak sesuai dengan jadwal penerimaan santri di PM. Gontor. 

Tanggung sudah berangkat jauh dan tidak ingin kembali ke Bandung dengan tangan hampa, maka  sambil menanti jadwal penerimaan santri Gontor pada tahun berikutnya, ia mendaftar dan diterima di Pesantren Walisongo yang lokasinya tidak jauh dari Pondok Modern Gontor.

Baru pada tahun 1961, keinginannya bisa tercapai, Buya diterima langsung di kelas 2 KMI menjadi murid pendiri & trimurti pertama (KH. Ahmad Sahal - KH Zainudin Fananie - KH. Imam Zarkasyi) tiga serangkai pemimpin di Pondok Modern Darussalam Gontor.

Pahit-getir selama mondok di tempat yang jauh dan jarang ditengok, tidak membuatnya patah semangat dalam mengejar cita-cita. Ia terus belajar hingga bisa menyelesaikan pendidikannya selama 5 tahun, karena pada bulan September 1965 terjadi huru-hara G-30-SPKI, maka pada awal tahun 1966 pihak pondok memulangkan dan membebaskan santrinya dari kewajiban masa bakti selama satu tahun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline