Bagi umat Kristen Katolik, hari Jumat selama masa prapaskah dinobatkan sebagai hari berpuasa secara total. Idealnya, model berpuasanya bukan saja mengenai tidak makan dan minum atau pun mengurangi jumlah makan, tetapi juga mengenai pengendalian diri dalam rupa kontrol pikiran dan tindahan demi kehidupan spiritual.
Untuk itu, berpuasa, selain sebagai aktivitas untuk membangun dan menjaga kesehatan jasmani, juga sebagai bentuk aktivitas rohani. Benang merah dari berpuasa adalah kontrol diri.
Kontrol diri itu melibatkan upaya yang sadar untuk melakukan dan tidak melakukan hal tertentu. Tentu saja, hal yang dilakukan adalah hal-hal yang bisa memberikan manfaat secara jasmani dan rohani.
Lalu, hal yang tak boleh dilakukan adalah hal-hal yang merugikan diri sendiri, merusak relasi dengan Tuhan dan sesama walaupun hal itu memberikan kesenangan tertentu.
Dengan, pada satu pihak aksi berpuasa taklah gampang. Apalagi, jika aksi itu melibatkan hal-hal yang sudah mengakar dengan keseharian dan memberikan kesenangan pada diri.
Misalnya, niat berpuasa dari penggunaan media sosial. Aksi itu menjadi sulit apabila kita sudah sangat bergantung atau adiktif dengan media sosial.
Oleh sebab itu, kita perlu melakukan aksi puasa dengan cara yang tepat sasar. Paling tidak, kita memulainya dengan langkah yang sederhana dan efektif sehingga kemudian buah dan tujuannya bisa tercapai seturut yang diharapkan.
Paling pertama, kita tak perlu memasang target yang cukup besar untuk berpuasa. Apa yang mau kita capai?
Tentu saja, kita tak boleh mengesampingkan ajaran dan aturan agama dalam hal berpuasa.