Hasto Kristiyanto, politisi senior PDIP, pada Oktober tahun lalu, menjalani sidang terbuka promosi doktoralnya di Universitas Indonesia. Disertasinya berjudul "Kepemimpinan Strategis Politik, Ideologi, dan Pelembagaan, Serta Relevansinya Terhadap Ketahanan Partai: Studi Pada PDI Perjuangan". Dalam sidang tersebut, Hasto berhasil meraih predikat cum laude dengan IPK 3,93.
Yang menarik, dalam disertasi itu Hasto menyinggung langsung figur Presiden Joko Widodo (Jokowi). Analisis ini memicu sorotan publik, karena Hasto dan Jokowi sama-sama bagian dari orbit politik PDIP, namun pandangan akademis Hasto justru mengandung kritik keras.
Pokok Analisis Mengenai Jokowi
Ambisi Kekuasaan
Dalam salah satu bab, Hasto menyebut Jokowi sebagai "core element ambisi kekuasaan". Menurutnya, Presiden yang seharusnya menjadi teladan moral justru memperlihatkan dorongan untuk memperpanjang pengaruh politik dan kekuasaan.Abuse of Power dan Pola Kekuasaan
Hasto menyebut adanya indikasi penyalahgunaan kekuasaan menjelang Pemilu 2024. Ia menilai Jokowi menunjukkan gaya kepemimpinan yang bercampur antara populisme otoriter, feodalisme, dan pendekatan Machiavellian dalam berpolitik.Dampak terhadap Demokrasi
Menurut analisisnya, pola kekuasaan semacam itu merusak demokrasi. Supremasi hukum melemah, alat negara dipakai untuk kepentingan kekuasaan, dan praktik demokrasi bergeser menjadi dominasi elite politik.Metode Penelitian
Disertasi Hasto menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif untuk meneliti kepemimpinan politik serta relevansi ideologi dalam memperkuat atau melemahkan ketahanan partai.
Konteks Politik dan Reaksi Publik
Isi disertasi ini menimbulkan perdebatan luas. Kritik terhadap Jokowi melalui medium akademis dianggap sebagai manuver politik terselubung.
Beberapa pihak menilai Hasto "berani" membuka kritik di ruang akademik, meski risiko politiknya besar. Setelah itu, muncul tudingan bahwa dirinya diincar aparat hukum, bahkan ada klaim bahwa kasus hukum yang menjeratnya tak lepas dari isi disertasi tersebut.