Lihat ke Halaman Asli

dinnaan

sebagai mahasiswi di salah satu universitas

Lebih dari Sekedar Siklus Biologis : Hubungan Erat Menstruasi dan Kesehatan Psikologis

Diperbarui: 15 Juni 2025   08:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

( foto wanita menstruasi (sumber : elkeMayr/woman.at))

Menstruasi seringkali dipandang sebagai proses biologis semata, namun psikologi kesehatan menunjukkan bahwa siklus bulanan ini memiliki koneksi yang mendalam dan kompleks dengan kesehatan psikologis seorang wanita. Dari fluktuasi mood hingga kondisi klinis yang signifikan, memahami interaksi ini penting untuk kesejahteraan holistik.

1. Sindrom Pramenstruasi (PMS): Lebih dari Sekadar Mood Swing

Banyak wanita mengalami gejala fisik dan emosional menjelang periode menstruasi, yang dikenal sebagai Sindrom Pramenstruasi (PMS). Ini bukan sekadar mood swing biasa; PMS adalah kondisi nyata yang dapat memengaruhi kualitas hidup secara signifikan.

Fakta Menarik: Gejala PMS, seperti iritabilitas, kecemasan, kesedihan, kesulitan tidur, dan perubahan nafsu makan, dapat terjadi pada sekitar 75% wanita di usia reproduktif. Intensitasnya bervariasi, dari ringan hingga parah.
Penjelasan Ilmiah: Meskipun penyebab pasti PMS belum sepenuhnya dipahami, diyakini melibatkan fluktuasi hormon estrogen dan progesteron yang memengaruhi neurotransmitter di otak, seperti serotonin. Penurunan serotonin menjelang menstruasi dapat berkontribusi pada gejala depresi dan kecemasan. Faktor psikologis, seperti tingkat stres dan riwayat gangguan mood, juga dapat memperburuk gejala PMS.

2. Gangguan Disforik Pramenstruasi (PMDD): 

Bentuk PMS yang Lebih Parah Bagi sebagian kecil wanita, gejala pramenstruasi jauh lebih ekstrem dan mengganggu, hingga diklasifikasikan sebagai Gangguan Disforik Pramenstruasi (PMDD). PMDD adalah bentuk PMS yang parah dan merupakan kondisi kejiwaan yang diakui dalam manual diagnostik psikiatri.

Fakta Menarik: Sekitar 3-8% wanita usia subur memenuhi kriteria diagnostik untuk PMDD. Gejala PMDD meliputi depresi yang parah, kecemasan ekstrem, ledakan amarah, keputusasaan, dan pikiran untuk bunuh diri, yang muncul secara siklus dalam fase luteal (seminggu atau dua minggu sebelum menstruasi) dan mereda setelah menstruasi dimulai.
Penjelasan Ilmiah: PMDD diyakini merupakan respons abnormal otak terhadap fluktuasi hormonal normal. Individu dengan PMDD mungkin memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap perubahan kadar progesteron dan estrogen, yang memicu disregulasi neurotransmiter. Pengelolaan PMDD sering melibatkan kombinasi terapi seperti antidepresan, terapi perilaku kognitif (CBT), dan perubahan gaya hidup.

3. Pengaruh Menstruasi pada Kondisi Psikologis yang Sudah Ada

Siklus menstruasi juga dapat memengaruhi atau memperburuk kondisi psikologis yang sudah ada sebelumnya. Misalnya, wanita dengan riwayat depresi, gangguan kecemasan, atau gangguan bipolar mungkin mengalami peningkatan gejala selama fase pramenstruasi.

Fakta Menarik: Fluktuasi hormon selama siklus menstruasi dapat bertindak sebagai pemicu atau memperparah episode depresi pada wanita yang rentan, bahkan jika mereka tidak didiagnosis dengan PMDD.
Penjelasan Ilmiah: Perubahan hormonal ini dapat memengaruhi sistem saraf pusat dan jalur neurotransmiter yang sudah rentan pada individu dengan gangguan mood. Ini menunjukkan pentingnya mempertimbangkan siklus menstruasi dalam diagnosis dan pengelolaan gangguan psikologis pada wanita. Psikoterapi, dukungan sosial, dan strategi manajemen stres dapat menjadi komponen penting dalam membantu wanita mengatasi fluktuasi mood yang terkait dengan siklus ini.

Memahami hubungan kompleks antara menstruasi dan kesehatan psikologis sangat penting. Ini bukan hanya tentang gejala fisik, tetapi juga tentang bagaimana fluktuasi hormonal dapat memengaruhi otak, emosi, dan perilaku. Dengan pengakuan dan dukungan yang tepat, wanita dapat belajar mengelola tantangan ini dan meningkatkan kualitas hidup mereka sepanjang siklus menstruasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline