Lihat ke Halaman Asli

Dina Ayu Srikandi

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasionla Universitas Teknologi Yogyakarta

Persamaan dan Perbedaan Teori-Teori Hubungan Internasional: Realisme, Liberalisme, Neo-realisme, dan Neo-liberalisme.

Diperbarui: 15 Oktober 2025   08:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apakah dunia internasional ditentukan oleh kekuasaan semata, atau justru oleh keinginan manusia untuk bekerja sama? Pertanyaan inilah yang sejak lama menjadi perdebatan utama dalam studi hubungan internasional. Di antara teori yang paling berpengaruh adalah empat teori besar: realisme, neo-realisme, liberalisme, dan neo-liberalisme. Keempatnya memiliki pandangan berbeda mengenai sifat manusia, peran negara, serta peluang terciptanya perdamaian, namun juga sama-sama berupaya menjelaskan dinamika hubungan antarnegara dalam sistem global yang anarkis.

Realisme menawarkan pandangan pesimistis terhadap perilaku negara. Bagi kaum realis, sistem internasional bersifat anarki, sehingga tidak ada otoritas tertinggi di atas negara. Dalam situasi itu, setiap negara harus mengandalkan kekuatannya sendiri untuk bertahan hidup. Negara dianggap sebagai aktor utama yang rasional, egois, dan berorientasi pada kepentingan nasional. Pandangan ini berakar pada pemikiran Thucydides, Machiavelli, Hobbes, dan Hans Morgenthau, yang sama-sama menilai bahwa konflik merupakan konsekuensi alami dari sifat manusia yang ingin berkuasa. Oleh karena itu, perdamaian hanya dapat dicapai melalui keseimbangan kekuatan (balance of power), bukan melalui moralitas atau kepercayaan antarmanusia. (Tremblay et al., 2016) dalam buku TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL Perspektif-Perspektif Klasik. 

Berbeda dengan realisme, teori liberalisme muncul sebagai kritik terhadap pandangan pesimistis tersebut. Liberalisme berpijak pada keyakinan bahwa manusia pada dasarnya rasional dan mampu bekerja sama untuk mencapai kepentingan bersama. Menurut (Rosyidi, 2022) liberalisme berakar pada filsafat abad pencerahan yang menekankan rasionalitas dan sifat dasar manusia yang baik. Dengan mengedepankan akal dan moralitas, liberalisme percaya bahwa negara dapat menjalin kerja sama dan menciptakan perdamaian melalui institusi dan interdependensi. Liberalisme juga menekankan pentingnya peran individu dan kelompok masyarakat dalam membentuk kebijakan luar negeri suatu negara, hal ini berbeda dengan realisme yang melihat negara sebagai aktor tunggal dan rasional. Oleh karena itu, bagi kaum liberal, anarki tidak selalu identik dengan kekacauan, melainkan dapat dikelola melalui kepercayaan, rezim internasional, dan kerja sama ekonomi global.

Neo-realisme kemudian hadir sebagai pengembangan dari teori realisme klasik, yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz. Jika realisme menekankan sifat dasar manusia sebagai penyebab utama konflik, maka neo-realisme memusatkan perhatiannya pada struktur sistem internasional yang bersifat anarkis. Dalam pandangan ini, perilaku negara tidak semata-mata dipengaruhi oleh moralitas atau keinginan berkuasa, melainkan oleh posisi mereka dalam sistem yang tidak memiliki otoritas tertinggi. Setiap negara bertindak rasional untuk mempertahankan eksistensinya dan menghindari ketergantungan pada negara lain. Stabilitas dunia menurut kaum neo-realis sangat ditentukan oleh distribusi kekuatan di antara negara-negara besar. Dengan demikian, neo-realisme tetap mempertahankan fokus pada kekuasaan dan keamanan seperti realisme klasik, tetapi menjelaskannya melalui logika struktur sistem internasional. Namun teori ini kemudian menginspirasi munculnya pendekatan baru yaitu neo-liberalisme, yang berupaya menunjukkan bahwa kerja sama antarnegara tetap dapat terjadi meskipun berada dalam sistem yang anarkis. (Tremblay et al., 2016) dalam buku TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL Perspektif-Perspektif Klasik. 

Neoliberalisme pun muncul sebagai respons terhadap pandangan pesimistis neorealisme. Meskipun mengakui bahwa sistem internasional bersifat anarkis, teori ini berpendapat bahwa negara tetap dapat membangun kerja sama yang stabil melalui lembaga-lembaga internasional. Tokoh-tokoh seperti Robert Keohane dan Joseph Nye menekankan bahwa hubungan antarnegara ditandai oleh ketergantungan kompleks (complex interdependence), di mana kepentingan ekonomi, politik, dan keamanan saling terhubung. Dalam kondisi tersebut, kerja sama menjadi kebutuhan rasional bagi negara untuk mencapai keuntungan bersama. Institusi internasional berperan penting dalam mengurangi ketidakpastian, menciptakan aturan bersama, serta memperkuat kepercayaan antarnegara. Dengan demikian, neoliberalisme memadukan rasionalitas neo-realisme dengan optimisme liberalisme, serta menegaskan bahwa perdamaian global tidak hanya bergantung pada keseimbangan kekuatan, tetapi juga pada terbangunnya kepercayaan, kerja sama, dan peran aktif institusi internasional. (Tremblay et al., 2016) dalam buku TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL Perspektif-Perspektif Klasik. 

Meskipun keempat teori tersebut memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat hubungan antarnegara, namun semuanya memiliki beberapa kesamaan mendasar. Pertama, sama-sama berangkat dari asumsi bahwa sistem internasional bersifat anarkis, artinya tidak ada otoritas tertinggi di atas negara. Karena itu, setiap negara harus bertindak rasional untuk menjaga kepentingan dan kelangsungan hidupnya di tengah ketidakpastian global. Kedua, keempat teori ini menempatkan negara sebagai aktor utama dalam hubungan internasional, meskipun masing-masing memiliki pandangan berbeda mengenai bagaimana negara seharusnya berperilaku. Ketiga, baik aliran realis maupun liberalis pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu menjelaskan bagaimana stabilitas dan perdamaian dapat tercipta di dunia internasional, meskipun dengan cara yang berbeda. Dengan demikian, seluruh teori ini berupaya memahami perilaku negara dalam menghadapi sistem dunia yang anarkis dan penuh dinamika.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline