Lihat ke Halaman Asli

Desy Pangapuli

Be grateful and cheerful

Aku Tukang Cukur ala Bisa karena Biasa

Diperbarui: 5 Juli 2021   01:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://id.wikihow.com/

Cerita tentang potong rambut mengingatkanku kepada bapak.  Bapaklah yang dulu selalu memotong rambut aku beserta 3 saudaraku. Kocaknya, aku dan adek perempuanku pun bapak yang memotongnya.  Seingatku, barulah setelah kami semua SMA, bapak tidak lagi memotong rambut kami. 

Ibarat buah apel jatuh tak jauh dari pohon.  Seperti mengulang cerita manis, maka aku juga yang mengunduli kepala kedua anakku ketika mereka bayi.  Heheheh.... Aku berani jamin, tidak banyak emak yang memiliki keberanian memplotosi kepala bayi yang masih berusia 3 bulan sendirian.  Itulah aku, diantara percaya diri atau nekat hanya bermodalkan pisau cukur, shampoo, dan sebotol susu untuk mengalihkan perhatian mereka.  Jadilah mereka bayi berkepala plontos.  Hahahah....

Kebiasaan yang berlanjut hingga mereka tamat SD.  Mungkin pembedanya untuk putriku, aku hanya memotong ujung rambutnya agar tidak bercabang.  Sebab putriku memilih merawat rambutnya panjang terurai namun sehat.

Tetapi untuk si bungsu putraku, sejak playgroup hingga SD memang model rambutnya tidak jauh dari semi botak.  Yup, menurutku itu lebih mudah karena tanpa model.

Tetapi jangan salah, untuk semi model inipun aku dan suami membeli cukuran rambut khusus, dengan bantalan bernomor yang mengatur seberapa tipis aku memotongnya.  Sebab, sekalipun modelnya gundul, tetapi tidak boleh licin.  Ini akan mencabut akar rambut, yang bukan tidak mungkin membuat botak permanen ternyata

Jeda 3 tahun, sejak si bungsuku di SMP "memberhentikan" diriku jadi tukang cukurnya.  Putraku lebih memilih barbershop di dekat rumah.  "Aku mau model yang mama tidak bakalan bisa deh."  Begitu katanya, dan aku pahamlah.  Lha...namanya juga anak abegeh...heheh...

Tetapi, ooo...tetapi...tugas kembali memanggil ketika Covid bertamu dan ogah pergi.  Ketika anak sekolah terpaksa belajar di rumah alias PJJ.  Meskipun begitu, bukan berarti urusan rambut bisa cuek bebek.

Tidak ada kata kompromi, wali kelas dan bahkan kepala sekolah tidak bosannya mengingatkan.  "Nak, rambutnya dipotong yah.  Itu sudah sampai pelipismu dan telingamu.  Dipotong yah nak."  Lanjut lagi di group WA orang tua, "Ibu dan bapak, tolong putranya yang sudah gondrong diperhatikan."

Uuuppsss...panggilan tugas negara nih pikirku dalam hati.  Sekalipun aku tahu putraku akan berkelit seribu satu cara menghindar.  "Mama, nggak bakal bisa potong rambutku.  Mama khan bisanya model gundul, dan aku tidak mau yah ma."  Si bungsuku segera menyatakan perlawanan.

Hahah...tetapi bukan aku kalau menyerah.  Garcep alias gerak cepat, aku berguru pada youtube.  Belajar cara memotong rambut model kekinian anak cowok.   Bahkan demi menunjang hasil maksimal, suamiku kembali membelikan alat cukur terbaru.  Menurutnya, pandemi ini tidak jelas.  Sedangkan rambut pasti bolak-balik tumbuh.  Lebih baik membeli alat cukur terbaru, sambil aku juga belajar mencukur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline