Lihat ke Halaman Asli

RDTR Perbatasan TTU, Bukan Sekedar Tata Ruang - Ini Tentang Masa Depan

Diperbarui: 2 Agustus 2025   20:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

doc.pribadi

RDTR PERBATASAN TTU, BUKAN SEKADAR TATA RUANG - INI TENTANG MASA DEPAN

Oleh: Dems Naijes – Awardee Beasiswa Unggulan Kemdikbudristekdikti thn 2024

Uraian awal

Ketika berbicara tentang kawasan perbatasan, apa yang biasanya terlintas di benak kita? Daerah pinggiran, terisolasi, penuh keterbatasan? Mungkin itu benar pada masa lalu. Tapi sekarang, kawasan perbatasan adalah frontier—batas negara sekaligus gerbang masa depan. Dan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), visi besar itu sedang diperjuangkan dengan satu langkah kunci: pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan (WP) Napan dan WP Kefamenanu.

RDTR: Dokumen Teknis yang Menentukan Arah Sejarah

Banyak yang menganggap RDTR hanya sekadar dokumen tata ruang. Tapi jika kita menyelami lebih dalam, RDTR sejatinya adalah peta jalan menuju transformasi kawasan. Tanpa RDTR, pembangunan berjalan tanpa arah, investasi stagnan, dan peluang ekonomi menguap begitu saja. Sebaliknya, dengan RDTR, setiap jengkal tanah punya nilai, punya peran, dan punya masa depan yang jelas.

Bupati Falen Kebo paham betul hal ini. Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan bahwa RDTR bukan sekadar syarat administratif, melainkan instrumen strategis untuk menggerakkan ekonomi perbatasan, memperkuat pertahanan negara, dan membangun wajah baru TTU sebagai gerbang Indonesia di timur.

Kawasan Perbatasan: Dari Tembok Menjadi Pintu

Dengan dibukanya Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Napan pada April 2025, dunia baru terbuka di ujung barat Kabupaten TTU. Transaksi legal mulai berjalan, ekspor seperti air mineral ke Timor Leste mulai tercatat. Tapi semua itu masih embrionik. Tanpa RDTR yang sah dan dikuatkan Perpres, kawasan ini bisa jadi macet dalam perencanaan atau bahkan jatuh ke jurang konflik pemanfaatan lahan.

Penting untuk disadari, kawasan perbatasan bukan sekadar tempat lalu lintas orang dan barang—ia adalah titik temu dua budaya, dua bangsa, dan dua sistem ekonomi. Maka, penataan ruang di kawasan ini membutuhkan presisi, sensitivitas, dan kepastian hukum. RDTR adalah satu-satunya instrumen yang mampu mewujudkan itu semua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline