Lihat ke Halaman Asli

Mulutmu Harimaumu

Diperbarui: 4 April 2017   17:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang bijak mengatakan, “Mulutmu, harimaumu”. Artinya, waspada terhadap mulut sendiri. Bila tak hati-hati, salah-salah yang keluar dari mulut justru akan mencelakai si empunya. Bak harimau yang tiba-tiba berbalik menerkam pawangnya.

Kita mengenal istilah lisan. Dan istilah ini kemudian berkembanglah arti yang bermacam - macam, Lisan dapat berarti bahasa, surat, risalah, perkataan. Bisa pula mendatangkan arti mulut, lidah dan kafasihan. Tetapi ia juga bisa bermakna berdusta, memfitnah, mengumpat, atau menyengat. Wajarlah jika lbnu Katsir mendefinisikan lisan sebagai “sesuatu yang digunakan manusia untuk mengungkapkan apa yang tersimpan dalam batinnya”.

Sejalan dengan Ibnu Katsir, Yahya bin Muadz memberikan ungkapan yang lebih jelas dan menarik tentang lisan . Katanya, “Hati itu laksana periuk, dan lisan adalah alat ciduknya. Maka lihatlah seseorang jika sedang berbicara. Pada saat itu lisannya seperti sedang menciduki apa-apa yang terdapat di dalam ha-tinya. Dia bisa manis atau kecut, bisa tawar atau asin. Dan bisa menjelaskan kepadamu tentang keadaan hati orang itu adalah hasil cidukannya (atau ung-kapan Iisannya)”.

Dari artinya yang beragam dan perannya yang seperti “ cidukan ” itu, maka tak mengherankan jika Allah memerintahkan kita untuk selalu mensyukuri nikmat-Nya yang berupa lisan.

Bukankah Kami telah memberikan kepada manusia dua.mata, satu lidah dan sepasang bibir ? (QS al-Balad 8-9)

Dengan lisan setiap orang dapat mengucapkan syahadat, sesuatu yang paling disukai Allah. Dengan lisan pula kita bershalawat, sesuatu yang juga disukai Allah. Dan jika kita mau dan mampu, dengan lisan pula kita bisa melaksanakan al-amr bil ma‘ruf wan-nahy anil munkar serta berko-munikasi dengan orang lain, sesuatu pekerjaan yang teramat susah bila dilakukan oleh mereka yang mengalami ketunaan.

Itu pula sebabnya Nabi Musa, lantaran lidahnya yang cacat, selalu memohon kepada Allah dengan doanya yang amat populer di kalangan masyarakat Islam sampai kini:

Lepaskan kekakuan lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (QS Thaha 27-28)

Beliau pun lalu memohon kepada Allah:

Saudaraku Hat-un lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslalz dia bersamaku sebagaipembantuku untuk membenarkan (perkataanku) (QS al-Qashshash 34)

Di sisi lam Allah dan Rasul-Nya pun memperingatkan kita agar waspada dan sangat berhati-hati terhadap lisan. Dad surat al Hujurat kita memperoleh peringatan yang berharga, bahwa lisanlah yang menjadi sumber, pangkal dan alat dad segala penyakit seperti ghibah (memperbin-cangkan keburukan orang), tanabuz (menjuluki orang dengan gelar yang buruk), tafakhur (saling membanggakan din), syukhriyyah (mengolok-olok), tajassus (mendanl-can kesalahan orang lain), dan syuudhdhan (berburuk sangka).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline